Klinik Motivasi

Minggu, September 27, 2009

Toko Menjual Suami

Siaran empat jam di hari Minggu bikin bete. Apalagi programnya cuman kasih info trus muter lagu. Sendirian ditemani mic, mixer, kompi dan diliputi dinginnya hembusan AC. Kalo kelamaan kayak gini bisa ketiduran neh .. Iseng sambil siaran, aku buka internet sambil chat, fb, juga obrak-abrik web orang. Alhamdulillah ketemu artikel unik .. Judulnya Toko Menjual Suami. Simak aja dulu ceritanya, ntar aku kasih tanggapan ya ..


Toko yang menjual suami, baru saja dibuka di sebuah kota . Di sana , wanita dapat memilih suami.

Di antara instruksi-instruksi yang ada di pintu masuk terdapat instruksi yang menunjukkan bagaimana aturan main untuk masuk toko tersebut.
"Kamu hanya dapat mengunjungi toko ini SATU KALI"

Toko tersebut terdiri dari 6 lantai dimana setiap lantai akan menunjukkan sebuah calon kelompok suami.

Semakin tinggi lantainya, semakin tinggi pula nilai lelaki tersebut. Bagaimanapun, ini adalah semacam jebakan. Kamu dapat memilih lelaki di lantai tertentu atau lebih memilih ke lantai berikutnya tetapi dengan syarat tidak bisa turun ke lantai sebelumnya kecuali untuk keluar dari toko..
Lalu, seorang wanita pun pergi ke toko "suami" tersebut untuk mencari suami..

Di lantai 1 terdapat tulisan seperti ini :
Lantai 1 : Lelaki di lantai ini memiliki pekerjaan dan taat pada Tuhan Wanita itu tersenyum,

kemudian dia naik ke lantai selanjutnya.
Di lantai 2 terdapat tulisan seperti ini :
Lantai 2 : Lelaki di lantai ini memiliki pekerjaan, taat pada Tuhan,dan senang anak kecil
Kembali wanita itu naik ke lantai selanjutnya.

Di lantai 3 terdapat tulisan seperti ini :
Lantai 3 : Lelaki di lantai ini memiliki pekerjaan, taat pada Tuhan,senang anak kecil dan cakep banget.
'' Wow'', tetapi pikirannya masih penasaran dan terus naik.
Lalu sampailah wanita itu di lantai 4 dan terdapat tulisan Lantai 4 :
Lelaki di lantai ini yang memiliki pekerjaan, taat pada Tuhan, senang anak kecil, cakep banget dan suka membantu pekerjaan rumah.

''Ya ampun !'' Dia berseru, ''Aku hampir tak percaya''
Dan dia tetap melanjutkan ke lantai 5 dan terdapat tulisan seperti ini :
Lantai 5 : Lelaki di lantai ini memiliki pekerjaan, taat pada Tuhan, senang anak kecil,cakep banget,suka membantu pekerjaan rumah, dan memiliki rasa romantis.

Dia tergoda untuk berhenti tapi kemudian dia
melangkah kembali ke lantai 6 dan terdapat tulisan seperti ini :
Lantai 6 : Anda adalah pengunjung yang ke 4.363.012. Tidak ada lelaki di lantai ini. Lantai ini hanya semata-mata bukti untuk Anda yang tidak pernah puas.

Terima kasih telah berbelanja di toko "Suami". Hati-hati ketika keluar toko dan semoga hari yang indah buat anda.

Pelajaran apa yang bisa Anda ambil dari cerita diatas?

Hufh .. Pertanyaan di akhir cerita itu menyentakku. Apalagi saat ini lagi menunggu-nunggu kapan aku bisa nyempurnain separo agamaku. Dengan kata lain ; Nikah ! Pernikahan bagiku adalah pelabuhan dua hati. Ia butuh sepasang manusia untuk sampai ke sana. Demi ngedapetin tambatan hati, aku pun melakukan perburuan sesuai dengan standar ketat yang telah aku tetapin.

Mungkin kamu juga melakukan hal yang sama .. karena selama masa pedekate, mudah aja bagi kita untuk menampik orang yang dirasa ga nyetel di hati. Selektif bangetz .. Bo ! Alasan na ? Persis seperti yang dilakukan si wanita di toko tadi. Jaga-jaga .. takut .. kalo di lantai atas nanti ada ’suami dengan nilai yang lebih tinggi lagi’. Yups .. kita khawatir seandainya ada yang lain – yang lebih baik – akan nawarin cintanya ke kita. Gimana kalo si A sebenarnya ngarep cinta kita ? Gimana kalo si B yang sesuai kriteria kita ? Trus kita juga pasang standar .. biasanya kalo ngerasa punya ’selling point’ tinggi, standarnya juga tinggi. Entah penampilan atau kelebihan lainnya ( yg pasti bukan kelebihan berat badan alias obesitas hihihi). Bahasa dagang na, jual mahal getho loh !

Namun banyak juga yang mendapat pengalaman seperti kisah di atas tadi. Setelah ’bertualang’ mencari soulmate (yang ideal), mereka kembali dengan tangan hampa. Hampir-hampir mustahil ngedapetin pangeran atau putri impian. Kata sebuah anekdot, jika seorang wanita mencari pasangan rupawan, pengertian, humoris, lagi berpendapatan lumayan, yg ia cari sebenar na bukan suami, tapi televisi ! Lagian kata temenku,”Nyari calon istri yang cantik, kaya plus solehah itu mungkin ga susah, tapi yang susah itu adalah mau ga dia nikah ama kita?” wkwkwkwk

Sebenarnya boleh2 aja pasang standar. Palagi menyangkut pernikahan. Karena kita bakal hidup serumah dengan orang itu. Dia bakal jadi ibu atau ayah bagi anak-anak kita. Kalo asal-asalan, bisa nyesel seumur hidup ! Tapi kita juga harus realistis .. Nobody’s perfect ! So .. kalo kriterianya soal fisik, harap ketahui aja, selalu ada yang lebih baik dan baik lagi. Di atas langit ada langit .. euy !Lagian cantik atau ganteng bukan jaminan pernikahan bakal bahagia ? Kekayaan ? Ga bisa ngusir penderitaan.

Jadi seperti yang telah ditentuin agama .. liat agamanya ! Kenapa ? Karena dalam pernikahan, kebersamaan akan bakal terjaga dengan landasan keimanan. Kalo suami sepemahaman ama istri, satu akidah, insya Allah rumah tangga akan relatif terjaga. Suami dan istri saling memahami hak dan kewajiban masing2. karena agama mengatur semua na dengan amat rinci dan proporsional. Duh ... serius banget (kayak pernah nikah aja .. hehehe)

So .. Berilah cinta kesempatan. Janganlah segudang kriteria mempersulit diri. Landaskan pernikahan untuk membangun cinta. Itu berarti kita nyiapin diri untuk nerima kehadiran pasangan kita apa ada na. Be happy coz cinta, pernikahan dan landasan keimanan akan mendorong kita untuk selalu mengup-grade kualitas diri.

*lagi ngingetin diri sendiri untuk selalu qona'ah dalam hidup ini :)

Sabtu, September 26, 2009

Menyemai Hati Yang Selesai

Lagi asyik merangkai kata menjadi kalimat berita sebuah acara, satu sms mengejutkanku. Segera kuambil hpku dan kubaca isi smsnya.

”Asw. Ka lagi sibukkah malam ne? Ada punya materi mengenai membangun sikap positifkah ? Kalo ada minta tolong kirimi ka lah lewat pesan di fb. Jzkk”


Oo .. sms seorang sahabat. Aku bingung materi apa yang dimaksud. Lantas kubalas smsnya,”W3. Sikap positif dalam hal apa ? Insya Allah k2 carikan malam ne.”

Tak lama kemudian sms darinya datang lagi,”Dalam hal ketika mendapat ujian apa aja dari Allah, yang penting point-pointnya aja. Syukron banget ka”.

Yups .. aku teringat akan janjiku beberapa waktu yang lalu. Ketika adik tersayangku juga mengadukan persoalan kawannya dalam sebuah catatan yang diposting di fb. Temanya hampir mirip. Intinya bagaimana cara menghadapi cobaan dan ujian dalam kehidupan ini. Dia bertanya kenapa aku ngga kasih komen, sedangkan teman2 yang lain sudah. Kubilang,”Insya Allah k2 akan buatkan catatannya biar lebih mantap.” Dan dia menunggunya ...

Beberapa saat setelah listrik di kosku nyala lagi, aku segera bangun dari tidurku. Mengobrak-abrik lemari bukuku. Alhamdulillah .. sebuah buku kecil yang juga termasuk salah satu favoritku kutemukan. Sudah lama, aku tidak membacanya. Dan aku bersyukur Allah swt mengirimkan pesannya melalui sms sahabatku itu.

Tulisan ini aku dedikasikan untuk sahabat-sahabatku .. moga bisa bermanfaat :) Selamat menyimak ...

Hati Yang Selesai

Hati yang selesai merupakan sikap hati yang senantiasa tenang. Kejadian dan peristiwa apapun dihadapi dengan tegar dan tumaninah. Sikap sewot hampir-hampir tak pernah hadir. Jiwa pun terbebas dari sikap murung. Diri tak pernah berdiri di atas bayang-bayang. Itulah hati yang selesai.

Contoh kasus :

Setelah sekian lama berupaya mendapatkan jodoh sesuai dengan idealismenya, akhirnya PNH menemukannya. Suka cita dari pihak keluargapun tak tergambarkan. Betapa tidak, keluarganya sudah sangat ingin menimang cucu. Kedua belah pihak pun sepakat menetapkan hari pernikahan. Namun seminggu menjelang pernikahan, terbetik kabar PNH tidak jadi menikah. ”Ukhti itu memutuskan hubungan kami. Saya tidak tahu alasan sebenarnya apa.”

Kegagalan terjadi. Dua minggu sebelum hari pernikahan. Tidak jelas apa alasannya. Kedua keluarga pun bingung, mengapa ini terjadi. ”Saya belum siap menikah,” ujar sang ukhti mengungkap alasan. Mungkin dia memang belum siap menikah. Tapi .. kita boleh bertanya,”Mengapa kok baru bicara sekarang ? Mengapa tidak menolak sejak khithbah dulu?”

Tiap orang, tentu akan memiliki rasa hati dan jiwa yang berbeda. Anda boleh jadi memiliki rasa jiwa yang berbeda dengan PNH itu. Kalau anda minta menjadi wakil dari rasa hati PNH, apa yang ada di dalam jiwa anda ? Menurut anda, bolehkah dia kecewa ? Terheran-heran ? Mempertanyakan ? Marah ? Atau mempraperadilankan ?

Anda boleh saja heran. Ternyata, PNH itu tidak memiliki apa yang anda pikirkan. Suatu waktu ia menulis e-mail berikut :

”Setelah kejadian ini, saya memang punya hak untuk kecewa dan sakit hati. Awalnya memang iya. Terasa sekali. Tapi sekarang tidak lagi. Ketika saya memutuskan untuk menikahi seseorang, berarti saya telah menjawab satu pertanyaan penting dalam hidup ini. Dengan siapa saya akan berbagi suka dan duka ? Dengan siapa saya akan berjuang menjalani romantika kehidupan ? Dan dengan siapa saya akan sama-sama berkorban mencapai surga ? Landasan rumah tangga adalah kasih sayang dan keharmonisan. Semua itu jelas tidak dapat dipaksakan. Tidak bisa bertepuk sebelah tangan. Jangankan keterpaksaan, keraguan saja akan menyebabkan keguncangan. Karenanya, saya ’bersyukur’ hal itu terjadi sebelum menikah.

Coba kita bayangkan, apabila hal itu terjadi di tengah bahtera rumah tangga yang tengah melaju, untuk apa yang dipersoalkannya, toh tidak akan menyelesaikan masalah. Biarkan hati saya menghilangkan semua kecewa dan kegundahan. Gagalnya pernikahan ini bukan kehendak saya. Saya tidak punya kontribusi secuilpun terhadap putusnya hubungan ini.

Saya percaya, ini hal terbaik bagi saya. Buktinya, saya tidak melanggar hukum syara. Saya pun tidak mengecewakan orang. Dan saya juga, sekali lagi, bukan penyebab gagalnya pernikahan. Saya yakin, saya ada dalam ridho Allah. Andaikan saya menggugat, juga tidak berdampak pada kehidupan umat.

Saya bisa untuk mendesak dan memaksa hingga saya menikah dengan dia. Saya bisa ! Tapi, siapakah yang rugi ? Bukan hanya dia, tapi juga saya. Rumah tangga hanya akan dipenuhi oleh keharmonisan semu. Apalagi bila tidak diikuti perubahan sikap. Itulah sebabnya, saya tidak melakukan itu semua.

Kalau sikap diam saya akan berdampak pada terlanggarnya hukum syara, tentu saya tidak akan diam. Kalau bisunya saya mengakibatkan kerugian pada umat, pasti saya akan bertindak. Tapi tampaknya kejadian ini hanya berdampak pada kehidupan saya. Itupun pengaruhnya hampir tidak ada.

Sekarang, biarkan saya menghilangkan kekecewaan dan kegundahan. Kini, hati dan jiwa saya lapang. Siap menyongsong kehidupan di depan mata dengan mantap. Saya tidak rela energi saya tersita oleh kekecewaan dan kesumpekan. Biarkan saya menerima ini sebagai qadla ’buruk’ dari Allah swt yang harus saya terima. Dan, biarkan saya menyerahkan semuanya kepada Dia Zat Maha kasih. Saya bertawakal kepada-Nya. Lalu, doakan saya untuk segera menemukan jodoh terbaik demi kehidupan dunia dan akhirat. Percayalah, saya akan hadapi kejadian ini dengan hati yang selesai, seperti yang pernah ustadz katakan.”

Saudaramu fillah, PNH.

Merasakan Hati Yang Selesai

Setiap kejadian, dapat dijadikan pelajaran untuk mengecek apakah anda telah memiliki hati yang selesai. Satu hal yang patut dicatat adalah hati yang selesai bukanlah menyerah pada nasib. Bukan pula paham fatalisme. Tapi, hati yang selesai berada pada tataran rasa dan sikap jiwa. Hati yang tidak larut dalam kekecewaan, yang tidak memperturtkan kegundahan, tidak tunduk pada tekanan kesedihan, tidak sesak oleh nafsu angkara, dan hati yang tidak terbelenggu oleh godaan syaitan.

Sebaliknya, hati yang selesai adalah hati yang segera menuju keriangan setelah kekecewaan, meraih kelapangan pasca kegundahan, melahirkan kebahagiaan dengan mengesampingkan kesedihan, diliputi arahan wahyu jauh dari angkara murka, dan hati yang menapaki cahaya Allah yang menyirnakan bujukan syaitan.

Orang yang memiliki hati yang selesai memandang apa yang terjadi sebagai salah satu tingkatan menuju kebaikan. Tidak terlena dalam kegamangan, tapi segera mencari jalan keluar dari persoalan yang dihadapinya. Hati yang disinari oleh keimanan pada qadla dan qadar, tidak terjerat impian nafsu dan yang selalu terpaut dengan Allah swt. Melakukan perbuatan di dunia tapi hati, jiwa dan cita-citanya menembus batas melesat hingga ke surga.

Tiga Garda Penyemai

1. Iman pada Qadla - Qadar

Iman kepada qadla-qadar bukanlah menyerah pada nasib, melainkan bahwa ada hal-hal yang terjadi di luar kontribusi dan peran manusia. Ada perkara-perkara yang telah ditetapkan oleh Allah swt. Dalam perbuatan sehari-hari banyak hal yang nampak bahwa perbuatan yang dilakukan atau menimpa kita itu bisa jadi karena (pertama) pilihan kita atau juga karena (kedua) peristiwa yang di luar peran kita dan kita baru tahu setelah terjadi. Peristiwa kedua inilah yang disebut qadla. Kita tidak dapat menolaknya. Sikap yang kita ambil adalah menerima dan meyakini hal tersebut berasal dari Allah swt.

Orang yang beriman kepada qadla akan rela menerimanya denga tulus dan lapang. Sikap inilah yang merupakan pilar kedua dari hati yang selesai. Hal ini memerlukan usaha untuk mewujudkannya. Jadi, buatlah kebiasaan mengecek keyakinan akan qadla atas dasar penerimaan yang tulus. Hasilnya, anda akan merasakan ketulusan dan kelapangan yang bermuara pada hati yang selesai. Cobalah !

2. Qona'ah

Qona'ah merupakan suatu sikap dan rasa hati puas terhadap sesuatu yang diterima. Orang yang memiliki sikap qona'ah akan selalu memiliki rasa kepuasan. Rezeki sedikit puas, rezeki banyak pun puas. Dalam keadaan sehat puas, dalam keadaan sakit pun puas. Tentu, bukan puas karena sakitnya tapi puas oleh sesuatu hal lain yang terdapat di dalam sakit itu. Orang yang sakit lalu bersabar maka dosanya diampuni. Itulah yang menyebabkan puas atau qona'ah ketika sakit.

Qona'ah merupakan pangkal kekayaan. Patutlah kita renungi nasehat Imam Syafi'i berkaitan dengan masalah ini,"Aku melihat bahwa kepuasan (qona'ah) itu pangkal kekayaan, lalu kupegang erat-erat ujungnya. Aku ingin meraihqona'ah itu secara menyeluruh. Aku ingin menjadi kaya tanpa harta dan dapat memerintah orang-orang laksana seorang raja."

Dengan qona'ah, kita bisa mencapai kepuasaan terhadap terhadap apa yang kita punyai. Konsekuensi berikutnya adalah kita akan memiliki hati yang selesai. Sekarang silakan cek diri kita masing-masing !

3. Tawakal

Sebelum seseorang melakukan aktivitas apapun, segala sesuatunya ia serahkan kepada Allah swt. Mau begitu, mau begini, apapun yang terjadi diserahkan kepada Allah swt. Yang penting telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan perintah Allah swt. Itulah yang disebut tawakal.

Tawakal muncul dari keyakinan seorang muslim terhadap qudrah (kekuasaan) dan iradah (kehendak) Allah swt. Bahwa bila Allah berkehendak menimpakan kemudharatan, tak satupun yang dapat menghindarkannya selain Dia, dan bila Allah menghendaki karunia maka tak satupun juga yang dapat menolaknya. Di akhirat nanti, atas mudharat ataupun manfaat yang kita terima, tidak akan diminta pertanggungjawaban.

Dengan adanya sikap tawakal ini, berarti mempercayakan segala sesuatu kepada Allah swt. Muaranya, hati yang selesai.

Jelaslah, tanpa hati yang selesai jiwa akan kecewa sementara realitas tidak berubah. Sebaliknya, hati yang selesai akan menghadirkan ketenangan, keterangan berpikir, kejernihan penilaian, dan tumbuhnya semangat serta keberanian. Bukan hanya berani mati, melainkan juga berani hidup !

*Ringkasan buku "Menyemai Hati Yang Selesai" Karya MR Kurnia, Penerbit Al-Azhar Press

Jumat, September 25, 2009

Jihad Tidak Sama Dengan Terorisme !!

Demikian diungkapkan Ustadz Hidayatul Akbar, Humas HTI Kalsel dalam acara Dialog Ramadhan. Dialog yang mengambil tema "Awas, Propaganda di Balik Perang Melawan Terorisme" ini bertempat di Auditorium IAIN Antasari Banjarmasin, Ahad (30/08).


Menurutnya, Jihad di dalam pandangan Islam adalah aktivitas yang mulia. Kewajiban ini telah diatur secara rinci. Sedangkan perilaku anarkis dan kekerasan yang terjadi di negeri ini dengan mengatasnamakan agama, bahkan sampai melukai dan membunuh non muslim maupun muslim, diharamkan oleh Islam. Hal ini telah tercantum di dalam beberapa nash Al-Qur'an secara tegas. Makanya aksi terorisme dalam arti sebenarnya yaitu mengganggu fasilitas publik, peledakan dan penganiayaan tidak dibenarkan di dalam Islam.

"Kecuali dalam keadaan perang. Namanya perang, ada resiko dibunuh dan terbunuh. Sedangkan Indonesia bukanlah daerah perang. Jadi siapapun pelakunya mengatasnamakan siapa dan atas nama siapa, tidak dibenarkan melakukan hal tersebut," katanya.

Hidayatul juga menyatakan, sebagai warga negara siap mendukung upaya yang dilakukan pihak keamanan yang berwenang untuk menciptakan ketentraman dan kenyamanan di negeri ini. Diantaranya dengan mengungkap secara tegas siapa pelaku dan menghukum yang terlibat dalam aksi terorisme tersebut secara proporsional.

Sedangkan Mispansyah, SH, MH, Aktivis DPD II HTI Kota Banjarmasin, lebih menyoroti peranan media massa dalam hal ini. Berkaitan dengan keresahan warga terhadap pemberitaan aksi terorisme yang tidak seimbang. Fakta-fakta yang ditampilkan kadang-kadang tidak sempurna. Padahal jika hal ini ditelan oleh masyarakat maka akan berakibat kepada pemahaman yang cacat. Sehingga dapat menyebabkan masalah bagi kerukunan kehidupan beragama kita.

Untuk itu, Mispansyah menghimbau agar umat Islam mudah terprovokasi dan saling curiga. Melakukan cek dan ricek atas informasi yang disampaikan media massa. bersikap kritis dan waspada terhadap upaya-upaya yang mengkaitkan aksi terorisme dengan Islam. (Dini/Bjm)

Rabu, September 23, 2009

Semangat nulisku .. Kembalilah !!

Duuh .. susah ya jadi penulis amatiran ! Mau nulis harus nungguin mood dulu. Padahal udah berapa kali aku dikasih nasehat. Ngga nanggung-nanggung, dari para penulis ternama. Ketemu dan sempat ngobrol dikit dengan Mas Sony Set, penulis buku "Jangan Bugil di Depan Kamera" bulan April yang lalu, memotivasi aku untuk membuat karya baru.


Yups .. akhir tahun 2005, aku sempat ngeluarin buku "Jurus Menghadapi Lawan Jenis". Dikemas dengan sangat sederhana .. dari proses cetak sampai pemasaran dilakukan sendiri dan dibantu beberapa teman kos (maklum anak kos .. ga punya modal buat ke percetakan). Mau kirim ke penerbit, belum tentu laku. Ya udah .. bikin sendiri aja. Beredar khusus Banjarmasin dan sedikit merambah ke kota tetangga Banjarbaru. Alhamdulillah .. terjual 400 eksemplar meskipun masih banyak yang pesan. Maaf banget ngga dilayani lagi .. Cape bo ! Ngga khu-khu nyetaknya .. hehehe

Trus banyak dapet tips juga dari kang oleh, penulis buku "Jangan Nodai Cinta". Dua kali seminggu aku diskusi dengan beliau via YM. Materi-materi yang beliau sampaikan di kursus online itu sangat membantuku untuk mempermak lagi tulisanku.

Namun sekali lagi .. konsep dan teori dikalahkan oleh mood diri sendiri. Buka laptop hanya untuk fesbukan, donlot lagu religi terbaru, bongkar-bongkar web orang. Ceritanya sih pengen nyari inspirasi .. halah ! Padahal di laptopku tersimpan puluhan file tulisan yang belum selesai. Baru setengah jadi, deadlock, lalu beralih lagi ke tema yang lainnya. Gitu terus .. akhirnya ngga selesai :(

Ups .. seorang sahabat mengejutkanku, "Hayoo .. curhat apa ?

Hem .. kayaknya its time for chat dulu ah .. siapa tau inspirasi dan mood dateng hehehe biar dua proyek bukuku yang belon kelar-kelar bisa selesai dan segera diterbitkan .. amin ya Rabb :) Semangat menulisku .. Kembalilah !!

Btw kalo kalian punya solusi .. bagi-bagi yach

Senin, September 21, 2009

Raih Takwa, Songsong Tegaknya Syariah dan Khilafah

Raih Takwa, Songsong Tegaknya Syariah dan Khilafah menjadi topik khutbah Idul Fitri tahun ini yang dilaksanakan oleh HTI Kalsel, Ahad (20/9). Ratusan jama'ah HTI Kalsel bersama keluarganya mengikuti shalat 'Ied pada pagi hari di Halaman Gedung Wanita, Banjarmasin.


Dalam khutbahnya, Ustadz Muhammad Abduh mengingatkan kaum muslimin meskipun diliputi suasana bahagia, tapi kita tidak boleh melupakan nasib saudara-saudara seiman di berbagai negara yang sangat menyedihkan. Seperti di Palestina, China, Turki dan negeri-negeri kaum muslimin lainnya yang masih dalam cengkeraman negara penjajah, Amerika dan sekutunya.

"Namun kita tidak boleh berkecil hati dan berputus asa, karena Islam dan kaum muslimin akan kembali menjadi pemimpin dunia. Dan ini janji Allah swt" katanya.

Dia juga menambahkan bahwa takwa merupakan syarat datangnya pertolongan Allah swt kepada hamba-Nya. Selain itu kaum muslimin juga harus mempersiapkan dan cara yang benar sesuai dengan keperluannya.

Sedangkan sholat Ied dipimpin oleh ustadz Nanang, SPdi. Sementara itu, Rahmi, salah satu jama'ah sholat Ied menyatakan kegembiraannya karena pelaksanaan Idul Fitri tahun ini serentak hampir di seluruh dunia. Dia, yang telah dua kali mengikuti sholat Ied yang diselenggarakan HTI Kalsel ini, berharap semoga persatuan kaum muslimin dapat segera terwujud dengan tegaknya Daulah Khilafah Islamiyah. (Dini/Bjm)

Sabtu, September 19, 2009

Lupa Bayar Zakat Fitrah

Tanya :

Kalau lupa bayar zakat fitrah, hukumnya seperti apa? Apakah bisa diganti?
(

Jawab :

a. Batas Waktu Akhir Zakat Fitrah

Sebelumnya perlu dipahami dulu batas waktu akhir zakat fitrah, sehingga akan menjadi jelas bahwa orang yang lupa membayar zakat fitrah artinya adalah lupa membayar sampai melewati batas akhir itu.
Batas waktu terakhir (nihayatu waqtin) mengeluarkan zakat fitrah menurut kami adalah shalat Idul Fitri, bukan tenggelamnya matahari pada hari Idul Fitri. Barangsiapa mengeluarkan zakat fitrah sebelum shalat Idul Fitri, zakatnya diterima. Sedang barangsiapa mengeluarkan zakat fitrah setelah shalat Idul Fitri, maka itu hanya dianggap sedekah, tidak dianggap zakat fitrah. (Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Al-Jami’ Li Ahkam Ash-Shiyam, hal. 319; Ibnu Hazm, Al-Muhalla, Juz 2, hal. 339, mas`alah no. 718).

Dalilnya adalah apa yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, bahwasanya :
فرض رسول الله صلى الله عليه وسلم زكاة الفطر طُهْرَةً للصائم من اللغو والرَّفَث وطُعْمةً للمساكين ، من أداها قبل الصلاة فهي زكاة مقبولة ، ومن أداها بعد الصلاة فهي صدقة من الصدقات
“Rasulullah SAW telah memfardhukan zakat fitrah sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan perkataan kotor dan juga sebagai makanan untuk orang-orang miskin. Barangsiapa menunaikan zakat fitrah itu sebelum shalat [Idul Fitri] maka itu zakat yang diterima. Dan barangsiapa menunaikan zakat fitrah itu setelah shalat [Idul Fitri] maka itu satu shaqadah dari shadaqah-shadaqah.” (HR Abu Dawud, no 1609; Ibnu Majah, Ad-Daruquthni, dan Al-Baihaqi. Juga diriwayatkan dan disahihkan oleh Al-Hakim (1/409), dan disetujui oleh Adz-Dzahabi). (Lihat Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Al-Jami’ Li Ahkam Ash-Shiyam, hal. 317; Imam Ash-Shan’ani, Subulus Salam, 2/139).

Berdasarkan dalil di atas, jelaslah bahwa batas waktu pembayaran zakat fitrah adalah pelaksanaan shalat Idul Fitri. Barangsiapa yang belum membayar zakat fitrah tanpa udzur hingga shalat Idul Fitri, dia berdosa dan kewajiban zakat fitrah itu tidak gugur dari orang itu. Zakat fitrah itu menjadi hutang yang tetap wajib dibayarnya sesudah itu. Dengan kata lain, orang tersebut wajib meng-qadha` zakat fitrahnya walau pun telah lewat dari waktu yang ditentukan.

Pendapat yang kami anggap kuat (rajih) dalam hal batas akhir zakat fitrah ini memang berbeda dengan pendapat jumhur (Malikiyah, Hanabilah, Syafi’iyah), yaitu batas akhir zakat fitrah adalah tenggelamnya matahari pada hari raya Idul Fitri. Jadi, menurut jumhur zakat fitrah tetap sah walaupun dibayar sesudah shalat Idul Fitri hingga datangnya waktu maghrib pada hari Idul Fitri atau pada tanggal 1 Syawal. Hanya saja, ulama Hanabilah dan Syafi’iyah memandang makruh mengeluarkan zakat fitrah sesudah shalat Idul Fitri. (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, 2/906-908; Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh’ Ala Al-Madzahib Al-Arba’ah, 1/425; Muhammad bin Abdurrahman Ad-Dimasyqi, Rahmatul Ummah fi Ikhtilaf Al-A`immah, hal. 62).
Namun pendapat jumhur ini tidak dapat diterima, karena dalilnya lemah. Dalil ulama jumhur adalah hadits riwayat Ibnu Umar bahwa Nabi SAW bersabda :
أغنوهم عن الطلب في هذا اليوم
Aghnuuhum ‘an ath-thalab fi haadza al-yaum
“Cukupilah mereka [orang-orang miskin] dari minta-minta pada hari ini [Idul Fitri].” (HR Ad Daruquthni, 2/153, Al-Baihaqi, 4/175). (Lihat Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, 2/908; Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Al-Jami’ Li Ahkam Ash-Shiyam, hal. 317).

Menurut Syaikh Nashiruddin Al-Albani hadits tersebut lemah (dhaif), karena dalam sanad hadits tersebut ada perawi yang lemah, yaitu perawi bernama Abu Ma’syar (dalam riwayat Ad-Daruquthni dan Al-Baihaqi) dan Muhammad bin Umar al-Waqidi (dalam riwayat Ibnu Sa’ad dalam Thabaqah-nya). (Nashiruddin Al-Albani Mukhtashar Irwa` Al-Ghalil, 1/62, hadis no 844; Irwa’ Al-Ghalil, 3/332, hadis no 844). Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani telah menegaskan kedhaifan isnad hadits Ibnu Umar dalam riwayat Ad-Daruquthni, karena ada perawi bernama Muhammad bin Umar Al-Waqidi. (Imam Ash-Shan’ani, Subulus Salam, 2/138). Dalam kitab Al-Majmu’ (6/126), Imam An-Nawawi juga telah menjelaskan kedhaifan hadits di atas dengan berkata :
(و(أما) حديث (اغنوهم عن الطلب في هذا اليوم) فرواه البيهقي باسناد ضعيف
“Adapun hadits “Cukupilah mereka [orang-orang miskin] dari minta-minta pada hari ini”, ia diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dengan isnad dhaif.” (Imam An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab, 6/126).

Dengan demikian, jelaslah bahwa hadits di atas adalah dhaif sehingga tidak layak menjadi hujjah (dasar hukum) bagi jumhur ulama bahwa batas akhir zakat fitrah adalah tenggelamnya matahari pada hari Idul Fitri. Yang benar, batas akhir zakat fitrah adalah shalat Idul Fitri, bukan tenggelamnya matahari pada hari Idul Fitri.
Dari sini dapat diketahui, bahwa lupa membayar zakat fitrah artinya adalah lupa membayar hingga terlampauinya batas akhir zakat fitrah, yaitu shalat Idul Fitri, bukan tenggelamnya matahari pada hari Idul Fitri atau datangnya waktu maghrib pada hari Idul Fitri.

b. Wajib Mengqadha` Zakat Fitrah Bagi Orang Yang Lupa

Orang yang lupa melaksanakan zakat fitrah tidak berdosa, karena lupa (an-nisyan) merupakan salah satu udzur syar’i yang menggugurkan dosa. Hal ini berdasarkan sabda Nabi SAW :
إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ
“Sesungguhnya Allah telah memaafkan dari umatku [dosa karena] tersalah (tidak sengaja), lupa, dan apa-apa yang dipaksakan atas mereka.” (HR Ibnu Majah, no 2033; Ibnu Hibban, no 7342; Ath-Thabrani, dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, no 1414).
Namun kewajiban zakat fitrah itu tidak gugur dari orang yang lupa membayarnya dan dia tetap wajib mengqadha` zakat fitrah itu. (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, 2/908). Kewajiban mengqadha` zakat fitrah itu didasarkan pada kaidah fikih berikut sebagaimana dikemukakan Imam Ash-Shan’ani :
الجاهل والناسى حكمها في الترك حكم العامد
Al-Jaahilu wa an-naasi hukmuhaa fi at-tarki hukm al-’aamid
“Orang yang tidak tahu hukum, atau orang yang lupa, hukumnya dalam meninggalkan [kewajiban] sama dengan orang yang sengaja.” (Lihat Imam Ash-Shan’ani, Subulus Salam, 1/55).
Kaidah di atas mengandung pengertian bahwa dalam hal meninggalkan suatu kewajiban (tarkul wajib), orang yang lupa atau tak tahu hukum, sama hukumnya dengan orang yang sengaja meninggalkan kewajiban itu. Sama hukumnya di sini maksudnya adalah sama dalam hal tidak gugurnya suatu kewajiban yang ditinggalkan. Jadi, suatu kewajiban tidaklah gugur, baik bagi orang yang lupa mengerjakannya, atau yang tidak tahu hukum, atau yang sengaja meninggalkannya.

Karena itu, orang yang lupa berzakat fitrah, wajib mengqadha`-nya, yakni kewajibannya tidak gugur dan tetap wajib membayarnya walau sudah lewat dari waktu yang ditentukan. Contoh lainnya, orang yang lupa shalat, wajib mengqadha`-nya. Demikian pula orang yang lupa membayar utang, atau lupa memberi nafkah kepada isteri-anak, atau lupa membayar gaji pegawainya, tetap diwajibkan membayar kewajiban-kewajiban itu. Demikian pula orang yang lupa membasuh kaki dalam wudhu dan baru ingat setelah selesai shalat, maka dia wajib mengulangi wudhu dan shalatnya. Perempuan yang lupa menutup rambutnya secara sempurna sehingga tak tertutup sempurna, dan baru tahu setelah selesai shalat, wajib menutup rambutnya secara sempurna dan mengulangi shalatnya. Demikian seterusnya.

Kaidah fikih yang semakna dengan kaidah di atas dikemukakan pula oleh Imam Izzuddin bin Abdis Salam sebagai berikut :
من نسي مأمورا به لم يسقط بنسيانه مع إمكان التدارك
Man nasiya ma`muuran bihi lam yasquth bi-nisyaanihi ma’a imkaan at-tadaaruk
“Barangsiapa lupa akan sesuatu yang diperintahkan, tidaklah gugur perintah itu karena dia lupa jika masih memungkinkan untuk dapat dikerjakan secara susulan.” (Izzuddin bin Abdis Salam, Qawa’idul Ahkam fi Mashalih Al-Anam, 2/3, Beirut : Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1999).

Imam Izzudin bin Abdis Salam menerangkan, bahwa sesuatu yang diperintahkan (kewajiban/kesunnahan) yang ditinggalkan karena lupa itu ada dua macam. Pertama, yang tidak dapat disusul (laa yaqbal at-tadaaruk), seperti jihad, sholat Jumat, sholat gerhana, shalat rawatib, dan shalat jenazah. Kewajiban atau kesunnahan jenis pertama ini, gugur dengan lewatnya waktu. Kedua, yang dapat disusul (yaqbal at-tadaaruk), seperti sholat, zakat, puasa, nadzar, utang, kaffarah, dan nafkah kepada isteri. Kewajiban jenis kedua ini tidak gugur dengan lewatnya waktu. (Izzuddin bin Abdis Salam, Qawa’idul Ahkam fi Mashalih Al-Anam, 2/3).

Berdasarkan kaidah fikih di atas, orang yang lupa membayar zakat fitrah tetap wajib membayar zakatnya walaupun sudah melewati batas akhir yang ditentukan.

Kesimpulan

Orang yang lupa membayar zakat fitrah, tidak berdosa namun wajib mengqadha` zakatnya itu. Dengan kata lain, kewajiban zakat fitrah itu tidak gugur darinya dan tetap wajib dibayarkan walaupun sudah melewati batas waktu akhir yang ditentukan (yaitu shalat Idul Fitri). Wallahu a’lam. [ ]

Yogyakarta, 11 Oktober 2008
Muhammad Shiddiq Al-Jawi

Seputar Zakat Mal dan Zakat Fitrah

1. Membagikan Zakat Kepada Non Muslim

Tanya :

Mau tanya, bolehkah zakat dibagikan kepada fakir dan miskin yang non muslim? (Wito, Yogyakarta).


Jawab :

Zakat fitrah ataupun zakat mal hanya boleh dibagikan kepada muslim saja. Tidak boleh dibagikan kepada non muslim (kafir). (Abdul Qadim Zalum, Al-Amwal fi Daulah Al-Khilafah, hal. 94; Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, 2/883).
Dalil tidak bolehnya memberikan zakat kepada non muslim, adalah sabda Nabi SAW kepada Muadz bin Jabal RA yang diutus oleh Nabi SAW ke Yaman :
“…Maka beritahukanlah kepada mereka, bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka zakat pada harta-harta mereka, yang diambil dari orang-orang kaya mereka [di kalangan muslim] dan dibagikan kepada orang-orang fakir mereka [di kalangan muslim].” (HR Bukhari, no 1308; Muslim, no 27; Abu Dawud, no 1351; At-Tirmidzi, no 567; An-Nasa`i, no 2392; Ibnu Majah, no 1773; Ahmad, no 1967).
Namun kepada non muslim yang fakir boleh diberi harta selain zakat, seperti shadaqah, kaffarah, nadzar, dan lain-lain. Demikian pendapat Imam Abu Hanifah, Muhammad bin Al-Hasan, dan Zufar. (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, 2/883). Hal itu berdasarkan keumuman lafazh “al-fuqara`” (orang-orang fakir) pada nash-nash Al-Qur`an, seperti dalam firman-Nya (artinya) :
“Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Baqarah [2] : 271).

2. Membayar Zakat Perdagangan dalam Bentuk Sembako

Tanya :

Bolehkah zakat perdagangan diwujudkan dalam bentuk sembako (sembilan bahan pokok), seperti beras, gula, minyak goreng, dll? (08122773405).

Jawab :

Para ulama berbeda pendapat mengenai cara mengeluarkan zakat perdagangan (zakat ‘uruudh at-tijarah). Ada dua pendapat :

Pertama, pendapat ulama Hanafiyah (madzhab Hanafi), bahwa boleh memilih antara mengeluarkan zakat dalam bentuk ‘ain (barang dagangannya) atau qimah (nilai barang dagangannya).

Kedua, pendapat jumhur ulama (Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah) bahwa wajib dikeluarkan dalam bentuk nilainya (qimah), bukan dalam bentuk barang yang diperdagangkan. (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, 2/794-795).
Pendapat yang dianggap rajih (kuat) dan dipilih oleh Syaikh Abdul Qadim Zallum, adalah pendapat ulama Hanafiyah, yaitu boleh memilih antara membayar dalam bentuk barang dagangannya atau nilainya. Karena terdapat dalil-dalil yang membolehkan amil zakat mengambil nilai (qimah) sebagai ganti dari mengambil harta zakatnya itu sendiri (‘ainul mal). Di antaranya, sebagaimana disebutkan oleh Abu Ubaid, bahwa ‘Amr bin Dinar RA meriwayatkan dari Thawus RA, bahwa Nabi SAW telah mengutus Muadz ke Yaman. Maka Muadz mengambil baju (tsiyab) sebagai ganti zakat gandum (al-hinthah) dan jewawut (asy-sya’ir). (Abdul Qadim Zalum, Al-Amwal fi Daulah Al-Khilafah, hal. 168-169; 178).
Jadi zakat perdagangan boleh dikeluarkan dalam bentuk barang yang diperdagangkan atau dalam bentuk nilai barangnya (qimah), yaitu dikeluarkan dalam bentuk mata uang yang beredar (an-naqd al-mutadawal). (Abdul Qadim Zalum, Al-Amwal fi Daulah Al-Khilafah, hal. 180).
Berdasarkan ini, maka pedagang yang menjual suatu barang dagangan (misalnya baju), jika nilai barang dagangannya telah mencapai nishab (senilai 85 gram emas atau 595 gram perak; dan sudah berlalu satu tahun / haul), wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5 % (dari seluruh nilai barang dagangan termasuk labanya). Bentuknya, dapat berupa barang dagangannya itu sendiri, yaitu baju, atau berbentuk mata uang yang beredar yang senilai. (Abdul Qadim Zalum, Al-Amwal fi Daulah Al-Khilafah, hal. 180).
Jadi, bolehkah membayar zakat perdagangan dalam bentuk sembako? Menurut pemahaman kami, boleh. Dengan catatan, sembako itu harus mempunyai nilai (qimah) yang sama dengan nilai zakat perdagangan yang wajib dikeluarkan. Ini dikarenakan zakat perdagangan boleh dikeluarkan dalam bentuk barang yang diperdagangkan, atau dalam bentuk nilainya (qimah). Wallahu a’lam.

3. Membayar Zakat Padi

Tanya :

Kalau zakat pertanian, yaitu padi, bolehkah dikeluarkan sebagian dalam bentuk beras (digiling dulu) dan sisanya dikeluarkan dalam bentuk uang? (Ojon, Yogyakarta).

Jawab :

Menurut Syaikh Abdul Qadim Zallum, padi (al-aruz) tidaklah termasuk hasil pertanian yang wajib dizakati. Menurut beliau, hasil pertanian yang wajib dizakati hanya 4 (empat) saja, tidak ada yang lain, yaitu : (1) jewawut (asy-sya’ir), (2) gandum (al-hinthah), (3) anggur kering/kismis (az-zabib), dan (4) kurma (at-tamr). (Abdul Qadim Zalum, Al-Amwal fi Daulah Al-Khilafah, hal. 162).
Pendapat Syaikh Zallum ini dekat dengan pendapat Imam Ibnu Hazm (madzhab Zhahiri), yang menyatakan bahwa dalam zakat pertanian hanya ada 3 (tiga) jenis yang wajib dizakati, tidak ada yang lain, yaitu : kurma (at-tamr), jewawut (asy-sya’ir), dan gandum (al-qamhu). (Lihat Ibnu Hazm, Al-Muhalla, 2/193, Kitabuz Zakat, mas’alah no 640).
Namun semua fuqaha sepakat (ijma’) bahwa empat jenis tersebut, yaitu jewawut (asy-sya’ir), gandum (al-hinthah), anggur kering (az-zabib), dan kurma (at-tamr) wajib dizakati. Demikianlah sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir dan Ibnu Abdil Barr. (Lihat Ibnu Qudamah, Al-Mughni, 2/49, Kitabuz Zakat; Ibnul Mundzir, Kitab Al-Ijma’, hal 10, pasal 93; Ibnu Hazm, Maratibul Ijma’, hal. 18, Kitabuz Zakat). Sementara itu para fuqaha berbeda pendapat mengenai wajibnya hasil pertanian lainnya di luar empat jenis di atas. (Ibnu Hazm, Al-Muhalla, 2/193).
Dalil yang menunjukkan pembatasan (hashr) zakat pertanian hanya pada empat komoditas itu, adalah sabda Nabi SAW kepada Mudaz bin Jabal dan Abu Musa Al-Asy’ari ketika Nabi SAW mengutus keduanya ke Yaman :
Laa ta’khudza ash-shadaqah illa min haadzihi al-ashnaaf al-arba’ah asy-sya’ir wal-hinthah wa az-zabib wa at-tamr
“Janganlah kamu berdua mengambil zakat, kecuali dari jenis yang empat, yaitu : jewawut (asy-sya’ir), gandum (al-hinthah), anggur kering (az-zabib), dan kurma (at-tamr).” (HR Al-Baihaqi, As- Sunan Al-Kubro, 4/125).
Dalam hadits di atas, kata “janganlah” (laa) dirangkaikan dengan kata “kecuali” (illa). Ini menunjukkan adanya pembatasan (qashr), bahwa zakat yang diambil hanyalah dari empat jenis itu, tidak diambil dari yang lain. (Abdul Qadim Zalum, Al-Amwal fi Daulah Al-Khilafah, hal. 162).
Dengan demikian, jelaslah, bahwa padi tidak termasuk hasil pertanian yang terkena kewajiban zakat, maka tidak wajib mengeluarkan zakat padi baik dalam bentuk beras maupun uang yang senilai. Namun jika padi tersebut diperdagangkan, maka padi itu terkena kewajiban zakat perdagangan (‘urudh at-tijarah), jika sudah memenuhi nishab zakat perdagangan dan sudah berlalu satu tahun (haul). Wallahu a’lam.

4. Ukuran Satu Sha’ dalam Zakat Fitrah

Tanya :

Ustadz, tanya, 1 (satu) sha’ itu berapa kilogram? Dan sha’ itu ukuran berat atau volume? (081323174117).

Jawab :

Ukuran zakat fitrah adalah satu sha’ bahan makanan pokok. Sha’ itu adalah ukuran takaran (al-kail), bukan ukuran berat (al-wazan) atau volume. Satu sha’ gandum (al-qamhu) beratnya adalah 2176 gram. (Abdul Qadim Zalum, Al-Amwal fi Daulah Al-Khilafah, hal. 60).
Walaupun takarannya sama (satu sha’) akan tetapi setiap biji-bijian akan mempunyai berat yang berbeda. Satu sha’ gandum beratnya tidak sama dengan satu sha’ beras, tidak sama pula dengan satu sha’ jagung, dan seterusnya.
Kami sendiri belum pernah mengadakan percobaan untuk mengukur satu sha’ itu berapa gram untuk beras. Namun ada ulama Indonesia yang sudah mengukur dan menghitungnya. Di antaranya adalah Prof. Mahmud Yunus. Menurut Prof. Mahmud Yunus dalam kitabnya Al-Fiqhul Wadhih Juz 2 hal. 10, 1 sha’ beras itu setara dengan 2187,5 gram beras. Beliau menyatakan :
“Wa yukhriju al-muzakkiyyu ‘an kulli syakhsin shaa’an min al aruz, wa qadruhu kiluwaani wa mi’atun wa sab’atun wa tsamaanuuna wa nishfu qiraamin”
“Muzakki mengeluarkan (zakat fitrah) untuk setiap jiwa sebesar satu sha’ beras, dan kadarnya (beratnya) adalah dua kilogram dan seratus delapan puluh tujuh setengah gram ( 2187,5 gram).” (Mahmud Yunus, Al-Fiqhul Wadhih, Juz 2 hal. 10).

5. Zakat Uang Tabungan

Tanya :

Ustadz, apakah uang tabungan selama satu tahun sama dengan gaji (penghasilan)? Apakah ada zakatnya? Nishabnya berapa? Apakah termasuk zakat penghasilan (zakat profesi)? (Apu El Indragiri)

Jawab :

Uang kertas (an-nuquud al-waraqiyah; fiat money) –baik disimpan di tabungan maupun tidak– wajib dizakati jika memenuhi dua kriteria sebagaimana zakat emas dan perak. Pertama, telah mencapai nishab, yaitu senilai nishab emas (20 dinar/85 gram emas), atau senilai nishab perak (200 dirham/595 gram). Kedua, telah berlalu satu tahun (haul). Zakatnya adalah sebesar 2,5 %. (Abdul Qadim Zalum, Al-Amwal fi Daulah Al-Khilafah, hal. 177).
Kewajiban zakat atas uang kertas itu diqiyaskan dengan kewajiban zakat atas emas perak, karena ada kesamaan ‘illat (sebab hukum) pada keduanya (uang kertas dengan emas-perak), yaitu sifat sebagai mata uang (an-naqdiyah) dan sebagai harga (ats-tsamaniyyah). Illat ini adalah illat yang diistinbath (‘illat istinbath) dari berbagai hadits yang mengisyaratkan adanya sifat sebagai mata uang (an-naqdiyah) dan sebagai harga (ats-tsamaniyyah), yang menjadi landasan kewajiban zakat pada emas dan perak. (Abdul Qadim Zalum, Al-Amwal fi Daulah Al-Khilafah, hal. 177). Misalnya hadits Nabi SAW :
Fa-haatuu shadaqata ar-riqqah
“Maka datangkanlah (bayarlah) zakat riqqah (perak yang dicetak sebagai mata uang).” (HR Bukhari, dari Ali bin Abi Thalib RA).
Penyebutan kata “riqqah” (perak yang dicetak sebagai mata uang) –dan bukan dengan kata fidhdhah (perak)— menunjukkan adanya sifat sebagai mata uang (an-naqdiyah) dan sebagai harga (ats-tsamaniyyah). Dan sifat ini tak hanya terwujud pada perak atau emas yang dijadikan mata uang, tapi juga pada uang kertas yang berlaku sekarang, meski ia tidak ditopang dengan emas atau perak. Maka uang kertas sekarang wajib dizakati, sebagaimana wajibnya zakat atas emas dan perak. Karena itu, siapa saja yang mempunyai uang yang telah memenuhi dua kriteria, yaitu nishab dan haul, wajib mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5 %. (Abdul Qadim Zalum, Al-Amwal fi Daulah Al-Khilafah, hal. 177).
Mengenai nishab, mungkin ada pertanyaan, manakah standar yang dipakai, nishab emas (85 gram emas) ataukah nishab perak (595 gram perak), jika fakta (manath) uang kertas yang ada tidak dijamin oleh emas dan perak seperti halnya di Indonesia?
Dalam masalah ini kami cenderung pada pendapat Wahbah Az-Zuhaili, yang menyatakan bahwa pendapat yang lebih tepat (ashoh), adalah mengunakan nishab emas untuk zakat uang, bukan nishab perak. Sebab nishab emas itu nilainya setara dengan nishab binatang ternak (onta, sapi, dan kambing), juga mengingat meningkatnya standar biaya hidup dan melonjaknya berbagai kebutuhan. (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, 2/773).
Contoh kasus : jika sekarang (September 2008) harga emas adalah Rp 200 ribu per gram (sebagai contoh saja), berarti nishab zakat uang adalah = 85 gram emas x Rp 200 ribu = Rp 17 juta. Kalau misalkan seseorang punya uang tabungan sebesar Rp 20 juta, berarti uangnya sudah melebihi nishab (Rp 17 juta). Kalau uang yang telah mencapai nishab ini sudah dimilikinya selama satu tahun (haul), dengan standar tahun hijriyah bukan tahun syamsiyah, maka zakatnya adalah = 2,5 % x Rp 20 juta = Rp 500 ribu.
Uang tabungan tidaklah sama atau tidak selalu sama dengan gaji (penghasilan). Uang tabungan dapat berasal dari gaji, sebagaimana dapat pula berasal dari selain gaji, misal dari warisan, pemberian, hadiah, zakat, dan sebagainya.
Jadi, yang ada dalam Syariah Islam itu adalah zakat uang, bukan zakat penghasilan (zakat profesi). Zakat uang itu bersifat umum ditinjau dari segi asal uangnya, baik uang itu berasal dari penghasilan (gaji), maupun dari selain penghasilan.
Kami sendiri tidak setuju dengan apa yang disebut dengan zakat profesi, karena dalil-dalil yang mendasarinya sangat lemah dan terdapat istidlal (penggunaan dalil) yang keliru. Namun bukan di sini tempatnya untuk membentangkan kekeliruan zakat profesi tersebut. Mudah-mudahan di lain waktu kami mendapat kesempatan untuk membahas kekeliruan zakat profesi itu. Sebagai informasi, untuk kritik yang mendalam terhadap zakat profesi, silakan telaah kitab Dr. Al-Yazid bin Muhammad Ar-Radhi, berjudul Zakat Rawatib Al-Muwazhzhafin wa Kasb Ash-hab Al-Mihan Al-Hurrah, (www.saaid.net).

Wallahu a’lam bi ash-shawab

Yogyakarta, 27 September 2008
(27 Ramadhan Mubarak 1429 H)
Muhammad Shiddiq Al-Jawi

Tuntunan Sholat Ied

Ngga terasa sebentar lagi mo lebaran, udah seharusnya kita nyiapin diri untuk menyambut hari yang fitri tersebut dengan seoptimal mungkin. Kebanyakan orang Indonesia seringnya disibukkan dengan persiapan baju baru, makanan, mudik, THR dll, ya sebenernya engga salah banget sih cuma jangan sampai prioritas berubah, karena kewajiban kita di dunia ini adalah ibadah, so jangan sampe persiapan ibadah kamu gatot (gagal total) gara-gara mikirin hal-hal yang tidak perlu. Nah untuk menyegarkan lagi ingatan kita untuk mempersiapkan diri ber-lebaran, yuk simak tuntunan ringkas untuk sholat idul fitri.


Landasan Hukumnya

Sebelum mulai pembahasan yang panjang dan lebar (luas kaliiii) kita kudu tahu dulu landasan hukumnya sholat Ied, hari Raya ‘Idul Fithri disyariatkan pertama kali pada tahun awal Hijriyah. Dasarnya adalah seperti yang dilapor kan oleh Anas R.A: “Adalah mereka (penduduk Madinah) memiliki dua hari raya, hari dimana mereka bermain dan bergembira, sampai Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Rasulullah SAW bertanya: Apakah tujuan dan arti dua hari ini ? Mereka menjawab; pada zaman jahiliyah dulu kami bermain pada dua hari raya ini. Rasulullah SAW seraya berkata Sesungguhnya Allah SWT telah mengganti dua hari itu dengan hari Raya yang lebih baik, yakni hari raya “‘Idul Fithri” dan hari raya “‘Idul Adhha” (HR. Nasa’I – Ibnu Hibban).

Hukum shalat ‘idul fithri adalah sunnah muakadah, yaitu sunnah yang sangat dipelihara dan dianjurkan banget oleh Rasulullah SAW. Dasar yang menunjukkan atas disyariatkannya shalat ‘Idul Fithri, antara lain:
• Al-Qur’an surat al Kautsar ayat 2.
• Hadits mutawatir bahwa Rasulullah SAW shalat ‘Idul Fithri yang pertama pada tahun kedua hijriyah, sebagaimana dilaporkan oleh Ibnu Abbas (HR. Bu khori-Muslim).
• Ijma’ Ulama’, Para ulama dan kaum muslimin telah berijma’ tetap disyariatkannya shalat ‘Idul Fithri.

Waktu shalat ‘Idul Fitri

Para ulama sependapat bahwa waktu shalat ‘idul fithri dimulai sejak terbit matahari 1 Syawwal hingga sebelum zawal (dzuhur), seperti waktu shalat dhuha. (HR.Ahmad). Di sunnahkan agar menyegerakan shalat ‘Idul Adhha dan mengakhirkan sedikit shalat ‘Idul Fithri. (HR. Syafi’i). Hikmahnya untuk shalat ‘idul adhha agar waktu menyembelih hewan qurban lebih panjang. Sedang untuk ‘idul fithri agar waktu menyalurkan zakat lebih luas.
Kalo kita engga tahu hari Id tapi terima kabar yang menyakinkan bahwa sudah masuk 1 syawal cuma terima kabarnya ba’da Dzuhur maka shalat Id dikerjakan pada keesokan paginya. Pendapat ini dilandaskan pada riwayat Abu Daud 1157, An-Nasa’i 3/180 dan Ibnu Majah 1653 telah meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Abu Umair bin Anas, dari paman-pamannya yang termasuk sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Mereka bersaksi bahwa mereka melihat hilal (bulan tanggal satu) kemarin, maka Nabi memerintahkan mereka untuk berbuka pada saat itu dan pergi ke mushalla (sholat Ied) keesokan paginya”

Shalat Idul Fitri tanpa Azan dan Iqamah

Sholat Ied engga pake Adzan atau Iqamah, hal ini dilandaskan pada riwayat Jabir bin Samurah Radhiyallahu ‘anhu ia berkata :
“Artinya : Aku pernah shalat dua hari raya bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih dari sekali dua kali, tanpa dikumandangkan azan dan tanpa iqamah” [Riwayat Muslim 887, Abu Daud 1148 dan Tirmidzi 532]
Ibnu Abbas dan Jabir Radhiyallahu ‘anhum berkata :
“Artinya : Tidak pernah dikumandangkan azan (untuk shalat Id -pent) pada hari Idul Fithri dan Idul Adha” [Riwayat Muslim 887, Abu Daud 1148 dan Tirmidzi 532]

Tempat Shalat ‘Idul Fithri

Para ulama sepakat bahwa tempat shalat ‘idul fithri untuk Makkah, yang afdlol dilaksana kan di masjid Al Haram. Dan untuk luar Makkah, ada dua pendapat:
• Jumhur ulama’ (kebanyakan ulama’) melihat bahwa yang afdlol dilaksanakan ditanah lapang (bukan masjid), kecuali dalam keadaan dorurot atau ada udzur syar’I seperti hujan, maka dilaksanakan di masjid, seperti yang dilaporkan Abu Hurairah (HR. Abu Daud dan Al Hakim).
• Asy-Syafi’iyah, melihat bahwa pelaksanaan shalat ‘Idul Fithri lebih afdlol di masjid, sebab masjid adalah tempat yang paling mulia. Kecuali apabila masjidnya sempit, maka yang afdlol di tanah lapang kalau ada, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW. (HR. Bukhori – Muslim).

Konklusinya, tanah lapang (kalau ada), masjid bahkan musholla (kalau tidak ada tanah lapang atau tidak ada masjid, atau ada tetapi menyulitkan), dapat ditempati untuk shalat ‘idul fithri. Dengan tetap menjaga prinsip ukhuwwah, dan menyadari bahwa kita berada dalam sua sana hari raya ‘idul fithri, masalah ini tidak perlu dibesarkan, yang menjadi masalah adalah kalau tidak shalat ‘idul fithri.

Tata Cara Shalat ‘ Idul Fithri

Shalat ‘Idul Fithri terdiri dari dua rakaat. Syarat dan rukun shalat ‘id mengikuti syarat dan rukun shalat wajib. Setelah takbiratul ikhram dan sebelum membaca al Fatihah pada ra kaat pertama, disunnahkan membaca takbir sebanyak tujuh kali takbir. Dan pada rekaat kedua lima kali takbir, tidak termasuk takbir ketika bangkit dari sujud (rakaat pertama) ke rakaat kedua (takbirotul qiyam), dengan mengangkat kedua tangan setiap takbir, sebagaimana dilaporkan Amar bin Syuaib (HR. Ahmad, Ibnu Majah, Abu Daud dan Daru quthni).

Apabila telah sempurna takbir, mulai membaca surat Al-Fatihah. Setelah itu membaca surat Qaf pada salah satu rakaat dan pada rakaat lain membaca surat Al-Qamar, Terkadang dalam dua rakaat itu beliau membaca surat Al-A’la dan surat Al-Ghasyiyah (Ibnul Qoyim – Zaadul Ma’ad)

Khutbah ‘Idul Fithri

Pelaksanaan khutbah ‘Idul Fithri yaitu setelah shalat ‘Id seperti dilaporkan oleh Ibnu Umar dan Abu Said (HR. Bukhori-Muslim). Hukum khutbah ‘Idul Fithri dan mendengarkannya adalah sunnat (tidak wajib), seperti yang dilaporkan oleh Abdullah bin As Said (HR. An Nasa’i, Abu Daud dan Ibnu Majah). Dan yang paling afdlol mengikuti seluruh rangkaian shalat/khutbah ‘Idul Fithri dari awal sampai akhir. Dan seperti pada shalat jum’at, khutbah ‘Idul Fithri terdiri dari dua khutbah.
Shalat Qobliyah dan Ba’diyah
Tidak ada satu riwayatpun yang menunjukkan bahwa Rasulullah SAW dan shahabatnya mengerjakan shalat sunnat qobliyah dan ba’diyah pada waktu shalat ‘Idul Fithri. (HR. Ja ma’ah dari Ibnu Abbas), kecuali kalau shalat ‘Idul Fithri dilaksanakan di masjid, maka tetap disunnatkan shalat tahiyyat al masjid.

Hal-hal yang disunnahkan pada Waktu Hari Raya

• Mengisi malam ‘Idul Fithri dengan ibadah dan taqorrub kepada Allah, seperti dzkir, shalat, qiroatul Qur’an, tasbih, istighfar dan sebagainya. Dan yang lebih afdlol, menghidupkan malam ‘Id semalam suntuk, seperti dilaporkan ubadah bin Shamit (HR. Ath Thobari dan Daru Quthni), tentunya kalau kuat,tanpa mengorbankan ibadah-ibadah wajib seperti, shalat isya’ dan shalat subuh, tepat pada waktunya dengan berjama’ah. Menghindari mengisi malam-malam ‘Idul Fithri dengan acara hura-hura, takbiran sambil menabuh beduk yang justru mengganggu (tidak khusyuk), memutar kaset takbiran sementara orangnya tidur dan lain-lain, yang bertentangan dengan sunnah yang diajarkan Rasulullah SAW .

• Menghidupkan sunnah takbiran semenjak terbenam matahari akhir Ramadhan hingga berangkat ke tempat shalat ‘id sampai kemudian shalat ‘id dilaksanakan dengan lafal, al: “Allaahu Akbar (3x), La Ilaaha Illallaahu Wallaahu Akbar, Allaahu Akbar Walillahil Hamdu”. Mandi (HR. Ibnu Majah), memakai wangi-wangian (parfum) (HR. Baihaqi), bersiwak (menggosok gigi),memakai sebaik-baik pakaian. Bersegera (berpagi-pagi) menuju tempat shalat ‘Idul fithri, dengan tenang, dan penuh ketulusan. Dan lebih afdlol kalau berjalan, sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW, seperti dilaporkan oleh Ali bin Abi Tholib (HR. Tirmidzi).
• Makan (sarapan) sebelum berangkat shalat ‘Idul Fithri, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW. (HR. Bukhori)
• Membayar zakat fitrah sebelum berangkat shalat ‘Idul Fithri (batas akhir pembaya ran zakat fitrah). Sekalipun zakat fitrah boleh saja dibayar beberapa hari sebelum ‘Idul Fithri. (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, Daraquthni, al Hakim)
• Bergembira dan menggembirakan sesama muslim dan lebih mempererat tali ukhuwah diantara kaum muslimi. Disunnahkan juga agar jalan ketika pergi dan jalan ketika pulang tidak sama. Seperti yang dipraktekkan Rasulullah SAW. Sebagaimana yang dilaporkan Jabir (HR. Bukhori).

‘Idul Fithri bagi kaum wanita dan anak-anak

Sebagaimana halnya kamu pria, kaum wanita dan anak-anak pun disunnatkan menghadiri shalat ‘Idul Fithri. Begitu pula halnya orang-orang tua, gadis-gadis perawan, wanita-wa nita haidh dan nifas. Seperti dilaporkan oleh Ummu Athiyah (HR. Bukhori – Muslim). Adalah Rasulullah SAW keluar bersama istri-istri dan putri-putrinya untuk melaksanakan shalat ‘Idul Fithri dan mendengarkan khuthbah (HR. Ibnu Majah & Baihaqi dan Ibnu Abbas). Adapun untuk wanita haidh dan nifas, cukup mendengarkan khuthbah, tidak perlu ikut shalat.

Bergembira pada Hari Raya ‘Idul Fithri

Umat Islam disunnatkan agar bergembira dan menggembirakan orang lain pada hari raya ‘Idul Fithri. Dengan memakai pakaian yang terbaik (bukan selalu berati yang terbaru!), sebagai rasa syukur kepada Allah SWT atas segala nikmatNya, makan minum yang halal dan tidak isrof (berlebihan), saling ber jabat tangan (kecuali antara pria dan wanita yang bukan muhrim), saling menziarohi, sa ling memberi (mengirim) ucapan selamat (berma’af ma’afan), dan saling bertukar hadiah dalam batas-batas yang wajar. Hal ini menunjukkan hikmah ajaran Islam yang selalu menjaga keseimbangan (tawazun).
Namun demikian sifat berlebih-lebihan dalam berbagai hal tetap tidak dibenarkan oleh Islam, sekalipun pada hari raya ‘Idul Fithri. Hadits riwayat An Nasa’i di muka menunjukkan adanya alternatif yang diberikan Rasulullah SAW dalam sabdanya: “Allah telah menggan tikan dua hari raya jahiliyah. Hal ini mengisyaratkan bahwa ‘Idul Fithri harus jauh dari nilai-nilai jahiliyah dan harus berfungsi sebagai rasa syukur kepada Allah, dan penegasan kembalinya kita kepada fithrah.

Closing

Umat Islam hendaknya berupaya melestarikan nilai-nilai dan amaliyah-amaliyah Ramadhan yang telah dibina selama sebulan penuh, diantaranya dengan melaksanakan puasa sunnah selama 6 hari pada bulan Syawwal. ok deh semoga bermanfaat. [disadur dari milis DT]

http://www.facebook.com/note.php?note_id=157556205866&ref=nf

Doa dan Munajat di Malam Idul Fitri

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
Sampaikan shalawat kepada Rasulullah dan keluarganya

1) Ya Allah, wahai Dia yang tidak mengharapkan balasan

2) Wahai Dia yang tidak menyesali pemberian

3) Wahai Dia yang tidak membalas dengan setimpal


4) Anugerah-Mu permulaan, ampunan-Mu kebaikan, siksa-Mu keadilan dan
ketentuan-Mu sebaik-baiknya pilihan

5) Jika Engkau memberi Engkau tidak memcemari pemberian-Mu dengan tuntutan. Jika Engkau menahan Engkau tidak menahan pemberian-Mu dengan kezaliman

6) Kausyukuri orang yang bersyukur kepada-Mu, padahal Kauilhamkan padanya untuk mensyukuri-Mu

7) Kaubalas orang yang memuji-Mu, padahal Kau ajarkan padanya untuk memuji-Mu

8) Kau sembunyikan aib orang yang kalau Kau kehendaki, tentu Kau dapat mempermalukannya. Kau sangat pemurah kepada orang yang kalau Kau kehendaki, tentu Kau
dapat menahannya Keduanya layak Kaupermalukan atau Kautahan, namun Kautegakkan perbuatan-Mu di atas karunia, dan Kaualirkan kuasa-Mu di atas ampunan.

9) Kausambut orang yang menentang-Mu dengan santun Kaubiarkan orang yang berbuat zalim pada dirinya Kautunggu mereka dengan sabar sampai kembali kepada-Mu. Kautahan mereka untuk tidak segera bertaubat supaya yang binasa tidak binasa karena-Mu yang celaka tidak celaka karena nikmat-Mu tetapi hanya setelah Engkau lama membiarkan mereka dan setelah Kausempurnakan rangkaian bukti atas mereka sebagai kemurahan ampunan-Mu wahai Yang Maha Pemurah sebagai anugerah kelembutan-Mu wahai Yang Maha Santun.

10) Engkaulah yang membukakan kepada hamba-hamba-Mu pintu menuju maaf-Mu. Kaunamakan pintu itu taubat Kau berikan petunjuk dari wahyu-Mu ke arah pintu itu Supaya mereka tidak tersesat dari situ Engkau berfirman(Mahamulia nama-Mu): Bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang tulus mudah-mudahan Tuhan-Mu akan menghapus kesalahanmu dan masukkan kamu kedalam surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai.

11) Pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia sedangkan cahaya mereka memancar di hadapan dan disebelah kanan mereka seraya mereka berkata: "Ya Tuhan kami, sempurnakan bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami Sungguh, Engkau maha kuasa atas segala sesuatu." (At-Tahrim: 8)
Apa lagi alasan orang yang alpa memasuki rumah itu setelah pintu dibukakan dan petunjuk ditegakkan

12) Engkau yang menambah harga untuk hamba-hamba-Mu. Kau ingin mereka berlaba dalam berdagang dengan-Mu, dan beruntung berkunjung kepada-Mu, maka Engkau berfirman (mahamulia dan mahatinggi nama-Mu): "Barangsiapa yang membawa amal yang baik, maka
baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; barangsiapa yang membawa perbuatan jahat, maka dia tidak diberi pembalasan kecuali seimbang dengan kejahatannya." (Al-An'am: 160)

13) Engkau berfirman: "Perumpamaan nafkah yang dikeluarkan oleh orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir. Pada tiap seratus biji, Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki." (Al-Baqarah: 261). Engkau berfirman: "Barangsiapa yang meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Allah akan melipagandakan baginya berkali-kali lipat." (Al-Baqarah: 245). Dan ayat-ayat seperti itu dalam Al-Qur'an tentang kebaikan yang dilipatgandakan.

14) Engkaulah yang menunjuki mereka dengan firman-Mu dari kegaiban-Mu, dan dorongan-Mu yang di dalamnya keberuntungan pada apa yang sekiranya Kau tutupkan dari mereka, mata mereka tidak akan melihatnya, telinga mereka tidak akan mendengarnya, khayal mereka tidak akan menangkapnya. Maka Engkau berfirman: "Ingatlah Aku, niscaya Aku akan ingat kamu, bersyukurlah kepada-Ku dan jangan kafir." (Al-Baqarah: 152)
Engkau juga berfirman: "Jika kamu bersyukur, sungguh Aku akan tambah kamu; jika kamu kufur, sungguh azab-Ku berat." (Ibrahim: 7)

15). Engkau berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, pasti Aku akan ijabah doamu, sungguh orang-orang yang sombong dari ibadah kepada-Ku, mereka akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina." (Al-Mu'min: 60)

16) Sehingga Mereka mengingat-Mu karena karunia-Mu. Mereka bersyukur kepada-Mu karena anugrah-Mu. Mereka menyeru-Mu karena perintah-Mu. Mereka bersedekah demi-Mu karena mengharapkan tambahan-Mu. Di situ keselamatan mereka dari murka-Mu dan kebahagiaan mereka dengan ridha-Mu

17) Sekiranya ada makhluk yang menunjukkan makhluk lain seperti Engkau tunjukkan kepada hamba-hamba-Mu pastilah dia akan disifati dengan kebaikan, akan digambarkan dengan kedermawanan, akan disanjung semua lisan. Bagi-Mu segala pujian, selama masih ada cara untuk memuji-Mu, selama masih ada kata sanjungan untuk menyanjung-Mu, selama masih ada makna yang dapat diungkapkan untuk memuja-Mu

18) Wahai Dia yang menampakkan kelayakan dipuji dengan kebaikan dan karunia dan mencurahkan kepada mereka nikmat dan anugrah. Betapa banyaknya nikmat yang Kau sebarkan kepada kami Betapa banyaknya nikmat yang Kau berikan kepada kami. Betapa istimewanya kebaikan yang Kau limpahkan kepada kami

19) Kau tunjukkan kami pada agama-Mu yang Kaupilih pada millah-Mu yang Kau ridhai
pada jalan-Mu yang Kau mudahkan. Kau tampakkan pada kami kedekatan pada-Mu dan kedatangan pada kemurahan-Mu

20) Ya Allah, di antara pilihan kewajiban kewajiban itu dan yang paling istimewa dari kewajiban itu. Engkau jadikan bulan Ramadhan yang Kauistimewakan ia dari semua bulan. Kau pilih ia dari semua zaman dan masa Kau utamakan ia dari semua waktu-waktu dalam setahun dengan Al-Qur'an dan cahaya yang Kau turunkan di dalamnya dengan malam Al-Qadar yang lebih baik dari seribu bulan yang Kau agungkan di dalamnya

21) Kemudian Kau istimewakan kami dari semua ummat dengan keuntungannya Kau pilih kami, tidak pengikut agama yang lain. Maka berpuasa di atas perintah-Mu pada waktu siangnya. Kami lakukan qiyamul layl dengan bantuan-Mu pada malam harinya. Mempersembahkan diri kami dengan puasa dan shalat malamnya kepada kasih-Mu yang telah Kau tampakkan pada kami. Melalui itu, kami dapat memperoleh pahala-Mu. Engkau Maha Memiliki dengan apa pun yang diinginkan dari-Mu. Engkau Maha Pemurah dengan apa yang diminta dari karunia-Mu. Engkau Maha Dekat dengan orang yang berusaha mendekati-Mu

22) Bulan ini telah hadir di tengah-tengah kami dengan kehadiran yang terpuji telah menemani kami dengan persahabatan yang sejati telah menguntungkan kami dengan keuntungan yang terbaik di seluruh alam.Tiba-tiba ia meninggalkan kami pada akhir waktunya pada ujung jangkanya, pada kesempurnaan bilangannya

23) Kami ingin mengucapkan selamat tinggal kepadanya selamat tinggal kepada dia yang menyedihkan perpisahannya yang merisaukan dan mendukakan kami kepergiannya untuknya kami punya janji yang dijaga, kesucian yang diperihara, hak yang dipenuhi. Kami sampaikan kepadanya: salam bagimu wahai bulan Allah yang agung, wahai hari raya para kekasih-Nya

25) Salam bagimu, duhai bulan Ramadhan. Wahai waktu termulia yang menyertai kami
wahai bulan terbaik di antara semua hari dan saat.

26) Salam bagimu, bulan yang di dalamnya harapan didekatkan, amal disebarkan

27) Salam bagimu, sahabat yang paling bernilai ketika dijumpai dan paling menyedihkan ketika ditinggalkan kawan yang ditunggu yang menyedihkan perpisahannya

28) Salam bagimu, kesayangan yang datang membuat gembira dan bahagia yang meninggalkan kesepian dan dukacita.

29) Salam bagimu, Tetangga yang bersamanya hati melembut dan dosa berkurang

30) Salam bagimu, penolong yang membantu kami menghadapi setan dan memudahkan kami jalan-jalan kebaikan

31) Salam bagimu, betapa banyaknya orang yang terbebas di dalammu betapa bahagianya orang yang menjaga kesucianmu karenamu

32) Salam bagimu, betapa banyak dosa yang kau hapuskan, betapa banyak aib yang kau tutupi

33) Salam bagimu, betapa panjang hari-harimu bagi pedosa, betapa agung kamu bagi orang beriman.

34) Salam bagimu, bulan yang tak tertandingi hari-hari mana pun

35) Salam bagimu, bulan yang sejahtera segalanya

36) Salam bagimu, duhai yang persahabatannya tidak dibenci, duhai yang pergaulannya tidak tercela

37) Salam bagimu, sebagaimana kau datang kepada kami membawa berkah dan kau bersihkan kami dari noda kesalahan

38) Salam bagimu, duhai yang dicari sebelum waktunya, duhai yang ditangisi sebelum kepergiannya

39) Salam bagimu, betapa banyaknya kejelekan dipalingkan karenamu, betapa banyaknya kebaikan dilimpahkan kepada kami karenamu

40) Salam bagimu dan bagi malam Al-Qadar yang lebih baik dari seribu bulan

41) Salam bagimu, betapa senangnya kami kepadamu kemarin, betapa rindunya kami kepadamu esok

42) Salam bagimu dan bagi keutamaanmu yang sekarang ditepiskan dari kami dan bagi keberkahan yang sekarang dilepaskan dari kami

43). Ya Allah, kami pecinta bulan ini, Dengannya Kau muliakan kami, Telah Kau untungkan kami, ketika orang durhaka tidak mengetahui waktunya, ketika orang celaka dijauhkan dari keutamaannya

44) Engkaulah kekasih kami, Kau istimewakan kami untuk mengenalnya, Kau tunjuki kami pada sunnahnya, Dengan taufik-Mu, kami berusaha untuk berpuasa dan shalat malam
dengan segala kekurangan telah kami lakukan yang sedikit dari yang banyak

45) Ya Allah, bagi-Mu segala pujian dengan pengakuan akan keburukan, dan kesadaran akan kelalaianbagi-Mu, dari lubuk hati kami penyesalan yang paling dalam, dari lidah kami permohonan maaf yang paling tulus, Berilah kami pahala dengan segala kekurangan yang menimpa kami dibulan ini pahala yang menyampaikan pada kemuliaan yang diharapkan

Catatan: Doa ini adalah doa Ali Zainal Abidin (ra), salah seorang cucu Rasulullah saw yaitu putra Al-Husein bin Fatimah binti Rasulullah saw. Doa ini dari ayahnya dan dari Rasulullah...

Penulis : Randi Ramadani

Jumat, September 18, 2009

Hari Raya Idul Fitri 1430 H : Pilih Minggu Atau Senin ??

Dalam hitungan hari bulan Ramadhan akan segera berakhir dan digantikan dengan kehadiran bulan Syawal. Banyak pihak berharap agar umat Islam di negeri ini bisa mengakhiri bulan Ramadhan pada hari yang sama, sebagaimana kebersaman ketika mengawali puasa di Ramadhan tahun ini.


Kalender 2009 menunjukkan bahwa 1 Syawal jatuh pada hari minggu tanggal 20 September 2009, hal yang sama juga dinyatakan secara resmi oleh PP Muhammadiyah berdasarkan Metode Hisab (perhitungan berdasarkan ilmu astronomi/ilmu falak) dalam penentuan 1 Syawal.

Sementara NU belum menyatakan secara resmi kapan 1 Syawal, karena masih menunggu hasil pengamatan bulan (Ru’yatul Hilal) yang dilakukan pada saat matahari terbenam hari sabtu ini (19 September 2009), sementara pemerintah akan menyampaikan secara resmi 1 Syawal berdasarkan sidang istbat yang dilakukan pada sabtu malam.

Bila 1 Syawal 1430 jatuh pada hari minggu berarti di Ramadhan kali ini kita berpuasa selama 29 hari, bila 1 Syawal hari senin berarti kita berpuasa selama 30 hari. Walaupun pihak NU dan Pemerintah belum menyatakan secara resmi namun beberapa tokoh dari kalangan NU dan Pemerintah memprediksi 1 Syawal jatuh pada hari Minggu, karena saat itu tinggi hilal diperkirakan 5-8 derajat sehingga dapat dikategorikan sebagai Imkanur Rukyat.

Tak bisa dipungkiri bahwa selama beberapa tahun terakhir ini penentuan awal dan akhir Ramadhan sering terjadi perbedan, baik antara NU, Muhammadiyah, termasuk ormas lain seperti Persis, HTI, dll. Perbedaan tersebut terjadi karena perbedaan menggunakan metode dalam penentuan awal dan akhir Ramadhan. Muhammadiyah menggunakan metode Hisab (Perhitungan) sebagaimana dalam menentukan waktu shalat, sementara NU menggunakan metode ru’yatul hilal (lokal) dan Hizbut Tahrir menggunakan metode ru’yatul internasional (bila ada salah satu wilayah islami telah melihat Bulan (Hilal) dengan kesaksian seorang yang adil maka seluruh umat Islam di Dunia wajib mengawali atau mengakhiri Ramadhan). Mereka yang menggunakan metode Ru’yatul Hilal dalam menentukan awal dan akhir Ramadhan bersandar pada beberapa hadits Rasululullah, diantaranya : “Janganlah kalian mendahului bulan Ramadhan dengan puasa satu atau dua hari kecuali seseorang di antara kalian yang biasa berpuasa padanya. Dan janganlah kalian berpuasa sampai melihatnya (Hilal Syawal). Jika ia (hilal) terhalang awan, maka sempurnakanlah bilangan tiga puluh hari kemudian berbukalah (Iedul Fithri) dan satu bulan itu 29 hari (HR. Abu Dawud no. 1982, al-Nasa’i 1/302, al-Tirmidzi 1/133, al-Hakim 1/425, dari Ibnu Abbas dan di shahih kan sanadnya oleh al-Hakim dan disetujui oleh al-Dzahabi.).

Penentuan awal dan akhir Ramadhan berdasarkan metode Ru’yatul Hilal dibenarkan oleh ulama 4 madzab (Syafi’I, Hanafi, Ahmad, Maliki dan Ulama lainnya). Hanya saja dalam penentuan Mathla (tempat lahirnya bulan) 3 Imam Madzhab (Abu Hanifah, Maliki, Ahmad) sepakat bahwa bila salah satu negeri muslim telah melihat hilal maka negeri islam lainnya wajib berpuasa/berhari raya, sementara madzhab syafi’I menyatakan bila hilal telah terlihat maka penduduk yang dekat dengan daerah itu wajib berpuasa/berhari raya. Ukuran kedekatan daerah dihitung berdasarkan kesaman Mathla, yakni 24 Farsakh, sementara penduduk yang jauh tidak diwajibkan mengikuti ru’yat ini (al-Jaziri, al-Fiqh ‘alâ al-Madzhâhib al-Arba’ah, 1/550).

Sementara bagi pengikut metode Hisab seperti Muhammadiyah, dll berargumentasi dengan penggunaan metode hisab melalui ilmu falak/astronomi dalam menentukan 1 Syawal. Perbedaan metode tersebut memang tidak bisa dihindari, hal ini berkaitan dengan perbedaan dalam memahami nash fikih yang melatarbelakangi petunjuk penentuan awal dan akhir Ramadhan, disisi lain perkembangan ilmpu pengetahuan (ilmu astronomi) semakin mempermudah manusia untuk menentukan secara meyakinkan terkait posisi bulan, namun di satu sisi sebagian ulama berpendapat bahwa penentuan awal Ramadhan berdasarkan hadits Rasulullah diatas dilakukan dengan melihat hilal secara langsung (mata telanjang) sementara alat bantu seperti teropong dan penghitungan (hisab) hanyalah cara untuk memperkuat pembuktian saja. Sedangkan untuk perkara Shalat memang tidak perlu harus melihat bulan karena dengan kemajuan ilmu astronomi /ilmu falak dapat diketahui kapan masuk dan berakhirnya waktu shalat sesuai waktunya.

Semoga perbedaan ini tidak memperuncing keadaan dan berujung pada perpecahan. Hendaknya para ulama yang menjadi simpul umat mampu menjadi pemersatu umat dalam memberikan pemahaman agama yang benar sesuai Hukum Syara’ kepada umat terkait penentuan awal dan akhir Ramadhan, dan hendaknya ulama yang berbeda pandangan tetap bersandar pada prinsif ulama terdahulu dalam berpendapat : “pendapat saya benar bisa jadi mengandung kesalahan, pendapat anda salah bisa jadi mengandung kebenaran”.

Tak bisa dipungkiri bahwa perbedaan penentuan awal dan akhir Ramadhan merupakan dampak dari terpecahbelahnya kaum muslimin dalam banyak Negara (nation state), Jaman Rasulullah dan para Khalifah setelahnya mereka memiliki kesamaan dalam menentukan hal tersebut karena mereka memahami bahwa tugas pemimpin Islam adalah pemutus segala perbedaan dan bertindak sesuai perintah Allah SWT dan Rasul_Nya. Kita berharap semoga kepemimpinan Islami demikian segera terwujud. Dan semoga anda bijaksana dalam menentukan sikap untuk berhari raya, ikutilah pendapat yang benar sesuai Hukum Syara’. Silahkan memilih apakah ikut hari Minggu atau Senin (bila langit mendung dan bulan tidak nampak nantinya) ! dan semoga kita bisa menghormati bila nantinya perbedaan kembali terjadi!

Penulis : Wahyudin Noor

Kitab Aljabar, Karya Fenomenal Matematikus Agung

Sejatinya kitab ini berjudul al-Kitab al-mukhtasar fi hisab al-gabr wa’l-muqabala. Dalam bahasa Inggris kitab ini dikenal sebagai “The Compendious Book on Calculation by Completion and Balancing”. Kitab peletak dasar matematika modern itu biasa pula disebut Hisab al-jabr wal-muqabala. Kitab ini merupakan karya seorang ilmuwan Muslim pada abad ke-9 M yang sangat monumental.


Adalah Muhammad Ibnu Musa al-Khawarizmi sang penulis kitab matematika itu. Matematikus Muslim asal Persia itu merampungkan kitab yang sangat populer dan menjadi rujukan para ahli matematika sepanjang zaman itu pada 820 M. Berkat kitab inilah, dunia matematika modern mengenal istilah Aljabar. Aljabar berasal dari bahasa Arab al-gabr yang berarti ”pertemuan” atau ”hubungan.”

Aljabar merupakan cabang matematika yang dapat dicirikan sebagai generalisasi dan perpanjangan aritmatika. Aljabar juga merupakan nama sebuah struktur aljabar abstrak, yaitu aljabar dalam sebuah bidang. Carl B. Boyer dalam karyanya bertajuk “The Arabic Hegemony”: A History of Mathematics, mengungkapkan, Kitab Aljabar karya Khawarizmi menguraikan perhitungan yang lengkap dalam memecahkan akar positif polynomial persamaan sampai dengan derajat kedua.

Boyer menambahkan, kitab karya Khawarizmi itu juga memperkenalkan metode dasar “mengurangi” dan “keseimbangan/balancing”, yang mengacu pada perubahan syarat-syarat mengurangi sisi lain sebuah persamaan yaitu pembatalan syarat-syarat seperti sisi berlawanan dari persamaan.

Kitab Aljabar juga telah menjadi rujukan ilmuwan sepanjang masa, baik itu bagi matematikus Islam maupun Barat. Beberapa saintis terkemuka juga telah menerbitkan buku dengan nama Kitab al-Gabr wa-l-muqabala, diantaranya; Abu Hanifa al-Dinawari serta Abu Kamil Shuja ibnu Aslam.

Selain itu, Abu Muhammad al-’Adli, Abu Yusuf al-Missisi, ‘Abd Al-Hamid ibnu Turk, Sind ibnu ‘Ali, Sahl ibnu Bišr, dan Sarafaddin al-Tusi juga termasuk ilmuwan Muslim yang banyak terpengaruh pemikiran Khawarizmi.

R Rashed dan Angela Armstrong dalam karyanya bertajuk The Development of Arabic Mathematics, menegasakan bahwa Aljabar karya Al-Khwarizmi memiliki perbedaan yang signifikan dibanding karya Diophantus, yang kerap disebut-sebut sebagai penemu Aljabar. Dalam pandangan kedua ilmuwan itu, karya Khawarizmi jauh lebih baik di banding karya Diophantus.

“Teks karya Khwarizmi begitu berbeda, tidak hanya dari buku karya orang Babilonia, tetapi juga dari karya Arithmatika-nya Diophantus. Ini tidak lagi menyangkut sejumlah masalah untuk diselesaikan, namun sebuah pertunjukan yang dimulai dengan istilah sederhana yang kombinasinya memberikan semua kemungkinan untuk persamaan dasar, yang mulai saat ini secara eksplisit merupakan objek studi yang benar,” papar Rasheed dan Armstrong.

Hal senada diungkapkan sejarawan sains JJ O’Connor dan EF Robertson pada karyanya berjudul History of Mathematics. Menurutnya, karya matematikus Persia itu merupakan karya yang revolusioner. “Mungkin salah satu kemajuan yang paling signifikan yang dibuat ahli matematika Arab hingga saat ini adalah karya Khawarizmi, yakni Kitab Aljabar,” ujar O’Connor dan Robertson.

Menurut keduanya, Kitab Aljabar sungguh sangat revolusioner, karena mampu beralih dari ari konsep matematika Yunani yang didasarkan pada geometri. ‘Dalam pandangan O’Connor dan Robertson, Kitab Aljabar yang ditulis Khwarizmi berisikan teori pemersatu yang menyediakan angka-angka/bilangan rasional, angka-angka irasional, besar/jarak geometri, dan lain-lain.

O’Connor dan Robertson menambahkan semua bilangan tersebut diperlakukan sebagai “objek aljabar”. Hal itu dinilai sebagai sebuah perkembangan bagi matematika. Pasalnya, Kitab Aljabar telah membuka jalan baru bagi konsep yang telah ada sebelumnya.

“Dan ini merupakan sarana yang dapat menjadi kendaraan bagi pembangunan masa depan s. Aspek lain yang penting adalah aspek pengenalan gagasan Aljabar yang telah disediakan matematika yang akan diterapkan untuk dirinya sendiri dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya,” papar O’Connor dan Robertson.

Kitab karya Khawarizmi itu merupakan sebuah kompilasi dan perluasan aturan yang diketahui untuk memecahkan persamaan kuadrat dan untuk beberapa masalah lain, dan dianggap sebagai dasar aljabar moderen. Buku yang sangat populer ini mulai diperkenalkan ke dunia dunia Barat lewat terjemahan bahasa Latin oleh Robert of Chester berjudul Liber algebrae et almucabala.

Karena buku ini tidak memberikan sejumlah kutipan untuk penulis sebelumnya, sehingga tak diketahui pendapat siapa saja yang digunakan Khwarizmi sebagai referensi dalam karyanya itu. Sejarawan matematika modern mengomentari kitab itu berdasarkan analisis tekstual dari buku dan seluruh tubuh pengetahuan tentang dunia Muslim kontemporer.

Pastinya yang paling berhubungan dalam karya Khawarizmi adalah ilmu matematika India. Pasalnya, ia telah menulis buku berjudul Kitab al-Jam wa-l-tafriq-bi-hisab al-Hind atau The Book of Addition and Subtraction According to the Hindu Calculation yang membahas sistem bilangan Hindu-Arab.

Buku persamaan pengurangan kuadrat acak ke salah satu dari enam jenis dasar dan menyediakan metode aljabar dan geometri untuk memecahkan dasar utama. “Pengurangan angka-angka abstrak modern dalam aljabarnya Khawarizmi adalah retorik menyeluruh, dengan tidak ada yang sinkopasi ditemukan pada Aritmatika Yunani atau karya Brahmagupta. Bahkan angka-angka yang ditulis lebih banyak dalam kata-kata daripada simbol,” tutur Carl B Boyer, dalam karyanya bertajuk A History of Mathematics.

Dengan demikian persamaan akan dijelaskan secara lisan dalam bentuk istilah “kuadrat” (sekarang menjadi “x2″), “akar” (sekarang menjadi “x”) dan “angka”(biasa dibilang angka, seperti ‘40-2′). Enam jenis persamaan dengan angka-angka modern, adalah:

* kuadarat sama dengan akar ( ax2 = bx )
* kuadrat sama dengan angka/bilangan ( ax2 = c )
* akar sama dengan angka ( bx = c )
* kuadrat dan akar sama dengan angka ( ax2 + bx = c )
* kuadrat dan angka sama dengan akar ( ax2 + c = bx )
* akar dan angka sama dengan kuadrat ( bx + c = ax2 )

Bagian berikutnya dari buku ini membahas contoh-contoh praktis dari penerapan peraturan yang telah dijelaskan. Bagian berikut, berkaitan dengan penerapan masalah pengukuran luas dan volume atau isi. Bagian terakhir berkaitan dengan perhitungan yang melibatkan aturan yang sulit dari warisan Islam.

Kisah Hidup Bapak Aljabar

Bapak Aljabar. Begitulah ilmuwan yang bernama lengkap Abu ‘Abdallah Muhammad ibnu Musa al-Khwarizmi itu kerap dijuluki. Ia merupakan seorang ahli matematika dari Persia yang dilahirkan pada tahun 194 H/780 M, tepatnya di Khwarizm, Uzbeikistan. Karena itulah, ia kerap kali disapa dengan panggilan Khawarizmi.

Selain terkenal sebagai seorang ahli matematika yang agung, ia juga adalah astronomer, dan geografer yang hebat. Berkat kehebatannya, Khawarizmi terpilih sebagai ilmuwan penting di pusat keilmuwan yang paling bergengsi pada zamannya, yakni Bait al-Hikmah atau House of Wisdom yang didirikan khalifah Abbasiyah di metropolis intelektual dunia, Baghdad.

Bait al-Hikmah merupakan lembaga yang berfungsi sebagai pusat pendidikan tinggi. Dalam kurun dua abad, Bait al-Hikmah ternyata berhasil melahirkan banyak pemikir dan intelektual Islam. Di antaranya, nama-nama ilmuwan seperti Khwarizmi.

Khawarizmi adalah seorang ilmuwan jenius pada masa keemasan Islam di kota Baghdad, pusat pemerintahan Kekhalifahan Abbasiyah. Ia sangat berjasa besar dalam mengembangkan ilmu aljabar dan aritmetika. K

Kitab Aljabr Wal Muqabalah (Pengutuhan Kembali dan Pembandingan) merupakan pertama kalinya dalam sejarah dimana istilah aljabar muncul dalam kontesk disiplin ilmu. Nama aljabar diambil dari bukunya yang terkenal tersebut. Karangan itu sangat populer di negara-negara barat dan diterjemahkan dari bahasa Arab ke bahasa Latin dan Italia. Bahasan yang banyak dinukil oleh ilmuwan barat dari karangan Khawarizmi adalah tentang persamaan kuadrat.

Sumbangan Al-Khwarizmi dalam ilmu ukur sudut juga luar biasa. Tabel ilmu ukur sudutnya yang berhubungan dengan fungsi sinus dan garis singgung tangen telah membantu para ahli Eropa memahami lebih jauh tentang ilmu ini. Ia mengembangkan tabel rincian trigonometri yang memuat fungsi sinus, kosinus dan kotangen serta konsep diferensiasi.

Selain mengarang al-Maqala fi Hisab-al Jabr wa-al-Muqabilah, ia juga diketahui telah menulis beberapa buku dan banyak diterjemahkan kedalam bahasa latin pada awal abad ke-12, oleh dua orang penerjemah terkemuka yaitu Adelard Bath dan Gerard Cremona. Risalah-risalah aritmetikanya, satu diantaranya berjudul Kitab al-Jam’a wal-Tafreeq bil Hisab al-Hindi (Menambah dan Mengurangi dalam Matematika Hindu).

Buku-buku itu terus dipakai hingga abad ke-16 sebagai buku pegangan dasar oleh universitas-universitas di Eropa. Khawarizmi meninggal pada tahun 262 H/846 M di Baghdad. (Republika online, 24/06/2009)

Misionaris & Imperialis, Sejarah Penaklukan Dunia Timur

Di antara realitas dan berita mengenai negara-negara Islam, adakalanya kita bertemu dengan masalah yang memang penting dan layak untuk diperhatikan. Kehadiran dan aktivitas misionaris agama di negara-negara Islam merupakan salah satu topik penting yang beberapa waktu lalu menjadi pembahasan dalam media massa di negara-negara ini.


Kehadiran misionaris agama di negara-negara Islam merupakan satu gerakan yang kompleks dan ada kalanya berbentuk kegiatan kebudayaan yang tersembunyi. Kegiatan ini sebagian besar mendapat dukungan moral dan materil dari para kapitalis besar di barat. Dengan melihat kepada aktivitas dan kinerja mereka dalam masyarakat Islam selama beberapa dasawarsa yang lalu, banyak pengamat masalah sejarah dan politik yang menilai bahwa para misionaris ini adalah pelaksana kebijakan imperialisme dunia.

Pembahasan yang ingin kami sampaikan pada pertemuan kita kali ini ialah aktivitas misionaris di negara-negara Islam serta meninjau sejarah kedatangan, tujuan, dan metode aktivitas mereka dalam masyarakat Islam.

Aktivitas misionaris di negara-negara Islam memiliki sejarah yang panjang. Misionaris adalah sebutan untuk siapa saja yang mengemban tanggungjawab untuk menyebarkan kristen. Misionaris masuk ke berbagai negara dengan tujuan untuk memperkenalkan dan memperluas penyebaran akidah Kristen. Tetapi seiring dengan berlalunya zaman, mereka masuk seiring dengan invasi kaum imperialis. Dengan cara ini mereka mampu menyusup masuk dan melakukan infiltrasi di kawasan-kawasan yang telah ditaklukkan kaum imperialis tersebut. Pak, peneliti Cina dalam bukunya yang berjudul China and The West menukil ucapan Napoleon sbb:

“Delegasi misionaris agama bisa memberikan keuntungan buatku di Asia, Afrika, dan Amerika karena aku akan memaksa mereka untuk memberikan informasi tentang semua negara yang telah mereka kunjungi. Kemuliaan pakaian mereka tidak saja melindungi mereka, bahkan juga memberi mereka kesempatan untuk menjadi mata-mataku di bidang politik dan perdagangan tanpa sepengetahuan rakyat.”

Pada awalnya aktivitas misionaris hanya bergantung pada tenaga manusia. Seiring dengan perkembangan zaman, para misionaris bergerak secara lebih sistematik dan dalam rangka mencapai tujuannya, mereka membentuk lembaga-lembaga dan organisasi. Aeten Sezar, penulis Turki mengenai hal ini menulis:

“Pada abad ke17 masehi, gereja Katolik Roma yang memiliki kekuasaan atas pemerintahan Eropa, mendirikan Kementerian Propaganda Agama di Vatikan dengan mendirikan dan mengembangkan agama kristen di dunia. Bersamaan dengan gerakan ini, sekolah propaganda agama asing telah dibangun di Paris dengan pembiayaan dari kementrian tersebut. Berbagai institusi juga telah didirikan di Jerman, Perancis, dan Belgia disertai dengan aktivitas misionaris yang berpengaruh. Dalam rangka propaganda ini pula, sekolah-sekolah baru turut didirikan untuk memberikan latihan yang lebih baik kepada misionaris.

Yang memberikan kesempatan bagi meluasnya kehadiran misionaris kristen di negara-negara timur adalah masuknya tentara imperialis di kawasan itu. Seperti yang kita ketahui bersama, aksi penjajahan Portugis dan Spanyol mendapat dukungan Paus Iskandar ke-enam pada abad ke 15 masehi. Paus memberi dukungan kepada pemerintah Spanyol dan Portugal dengan syarat kedua imperialis ini memberi jalan kepada misionaris kristen untuk masuk ke negara jajahan dan mendukung segala upaya dan aktivitas delegasi misionaris kristen dalam menyampaikan ajaran mereka kepada rakyat di sana.

Kardinal Ximenes pada tahun 1516, dalam rangka perluasan infiltrasi dan pengokohan gerakan kristen, memberi perintah supaya setiap serangan ke India Timur dan Barat haruslah diiringi oleh misionaris kristen. Adakalanya delegasi dakwah agama juga disertai oleh penemu dunia. Abdulhadi Haeri, penulis buku ‘Pertentangan pertama pemikiran Iran’ menulis :


“Langkah pertama dunia barat dalam menaklukkan bumi timur pada dasawarsa 15 masehi dilakukan oleh orang-orang Portugis. Pelopor pertama dari kaum penjajah itu adalah Henry si Pelaut. Dia juga disebut sebagai pemimpin besar kelompok Kristen. Ambisinya yang terbesar adalah menumpas umat Islam. Dia berusaha keras memperluas imperialisme portugis di timur dan melakukan kristenisasi di sana.”

Sebagian percaya bahwa sebab utama permusuhan di antara sebagian kapitalis dengan umat Islam adalah dampak dari perang salib. Karl Heinrich Bekker, orientalis dan politikus Jerman, menyebutkan bahwa permusuhan kapitalis gereja dengan Islam mempunyai sejarah yang bermula sejak zaman kemunculan Islam. Islam kemudian semakin berkembang pada abad pertengahan dan secara gradual masuk ke negara-negara berpenduduk kristen. Gairdner juga membenarkan pernyataan Bekker ini. Dia menyatakan bahwa kekuatan yang tersembunyi dalam Islam menyebabkan Eropa merasa takut dan terjadilah permusuhan antara gereja dan Islam.

Invasi dua negara imperialis Portugis dan Spanyol ini, kemudian diikuti pula oleh negara Eropa yang lain seperti Belanda, Perancis, Inggeris, dan Russia. Mereka pun turut melaksanakan kebijakan mengembangkan agama kristen dan menggunakannya sebagai sebuah faktor pendukung bagi penguasaan dan penaklukan daerah jajahan.

Selepas itu, agama Protestan juga turut melakukan aktivitas mereka di dunia timur dan memperluas agama mereka di negara-negara jajahan. Para misionaris agama Protestan yang mendapat dukungan eropa dan berbagai perusahaan mereka di timur ini memulai aktivitas mereka dengan mengkristenkan penduduk daerah jajahan.

By Irena Handono

http://www2.irib.ir/worldservice/melayuRADIO/misionaris/01misionaris.htm

Senin, September 14, 2009

Doa-Doa Lailatul Qadr

Keutamaan Berdoa pada Lailatul Qadr

Sufyan ats-Tsauri berkata, "Ber­doa pada Lailatul Qadr lebih aku sukai daripada shalat." la berkata pula, "Apabila seseorang membaca Al-Quran, berdoa, serta meningkat­kan doanya kepada Allah, mudah­ mudahan dia memperoleh waktu mustajab."


Yang dimaksudkan oleh Sufyan dengan "berdoa lebih aku su­kai daripada shalat" adalah, shalat yang banyak mengandung doa di dalamnya lebih baik daripada shalat yang kurang doa di dalamnya. Dan jika seseorang melakukan shalat dan berdoa, itu dipandang lebih baik.

Rasulullah SAW bertahajjud di malam-malam bulan Ramadhan dan membaca Al-Quran dengan tertib. Beliau tidak melalui ayat rahmat, melainkan memohon kepada Allah. Tidak melalui ayat azab, melainkan mohon perlindungan kepada-Nya. Beliau mengumpulkan shalat, qira­'at, doa, dan tafakur. Inilah amalan­ amalan istimewa dalam puluhan yang akhir di bulan Ramadhan, di samping amalan-amalan yang lain.

Doa-doa yang Dibaca pada Lailatul Qadr

Telah jelas bahwa sangat disukai kita memperbanyak doa pada Lai­latul Qadr. Meskipun tidak ada ke­terangan tunggal dan pasti menge­nai kapan terjadinya Lailatul Qadr artinya pada tanggal berapa di an­tara malam-malam Ramadhan ia muncul - penjelasan-penjelasan da­lam hadits dan pendapat ulama mem­berikan banyak informasi tentang saat-saat yang diduga kuat terjadi­nya Lailatul Qadr. Maka pada ma­lam-malam yang kita duga merupa­kan Lailatul Qadr, kita dianjurkan untuk banyak memohon ampunan dan berdoa. Banyak doa yang dapat kita baca di malam itu, di antaranya doa-doa yang di bawah ini.

Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Aisyah, Rasulullah mengajar­kan kepadanya doa yang diucapkan pada Lailatul Qadr:

Allahumma innaka 'afuwwun tuhib­bul `afwa fa `fu `anni.

"Wahai Tuhanku, sesungguhnya Engkau adalah Yang Maha Pemaaf, Engkau menyukai kemaafan. Maka maafkanlah aku:'

Atau jika menginginkan yang lebih lengkap lagi, dapat membaca doa ini:

Allahumma innaka 'afuwwun kari-mun tuhibbul-'afwa fafu anni. Allahum­ma inni as'alukal-`afwa wal-`afiyata wal-­mu`afatad-da'imata fid-ini wad-dunya wal-akhirah.

"Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf dan Mahamulia, Engkau suka memaafkan. Maka maafkanlah aku. Ya Allah, aku mohon kemaafan dan afiat, serta perlindungan yang te­tap dalam urusan agama, dunia, dan akhirat."

Ini adalah doa yang jami’(yang lengkap) yang amat indah, yang harus dipelihara baik-baik karena doa ini melengkapi kebaikan dunia dan akhirat. Dalam Hasyiyah al-Jalalain, Ash-Shawi berkata, "Doa yang paling baik pada malam itu ialah memohonkan kemaafan dan kearifan sebagaimana yang telah diterima dari Nabi SAW." Berkata pula Ibnu Rajab, "Afuww (Maha Pe­maaf - dalam doa di atas) adalah satu nama dari nama-nama Allah."

Dia menyukai kemaafan. Dia me­nyukai para hamba yang bermaaf-­maafan, supaya Allah memaafkan mereka. Allah lebih suka memaafkan dari pada menyiksa. Karena itu, baik di malam Lailatul Qadr maupun di waktu kapan saja, kita dianjurkan untuk membaca doa ini:

A`udzu biridhaka min sukhthika wa 'afwika min `uqubatik.

"Aku berlindung dengan keridhaan­Mu, dari kebencian-Mu (dari kemarah­an Engkau), dan dengan kemaafan­Mu dari siksaan-Mu."

Yahya bin Mu'adz berkata, "Andai kata bukan maaf yang paling disukai Allah, tentulah tidak ditimpakan co­baan atas orang-orang yang mulia di sisi-Nya. Allah banyak melimpakan cobaan kepada wali-wali-Nya untuk kelak dimaafkan-Nya."

Dalam sebuah hadits dari Ibnu Ab­bas disebutkan, Nabi bersabda, "Se­sungguhnya Allah melihat pada
Lai­latul Qadr kepada orang-orang muk­min dari umat Muhammad, lalu mere­ka dimaafkan dan dirahmati-Nya, ke­cuali empat orang, yaitu:
Peminum arak,pendurhaka kepada ibu-bapak, orang yang selalu bertengkar, dan orang yang memutuskan silaturahim."


Doa lain yang dapat kita baca di ma­lam mulia ini adalah sebagai berikut:

Bismillahir-rahmanir-rahim. Allahum­ma innaka 'afuwwun tuhibbul-`afwa fa `fu `anni Afwaka ya 'afuwwu fil-mahya wa fil­mamati `afwaka, wa fil-quburi afwaka, wa `indan-nusyuri 'afwaka, wa 'inda ta­thayurish-shuhufi `afwaka, wa fil-qiyamati `afwaka, wa fi munaqasyatil-hisabi `afwaka, wa `indal-mamarri `alash-shirathi `afwaka, wa `indal-mizani `afwaka, wa fi jami`il-ahwali afwaka, ya `afuwwu, `afwaka.

"Dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Engkau menyukai ampun­an, maka ampunilah aku. Aku memohon ampunan-Mu, wahai Yang Maha Peng­ampun, dalam kehidupan, dalam ke­matian, aku juga memohon ampunan­Mu, dalam kubur aku juga memohon ampunan-Mu, ketika dibangkitkan aku juga memohon ampunan-Mu, ketika di­ berikan lembaran amal aku juga me­mohon ampunan-Mu, di hari kiamat aku juga memohon ampunan-Mu, ketika si­dang perhitungan amal aku juga me­mohon ampunan-Mu, dalam semua ke­adaanh aku juga memohon ampunan­Mu, wahai Yang Maha Pengampun, aku memohon ampunan-Mu."

Sebagian dari ulama mutaqaddi­min (ulama-ulama masa lalu) dalam doanya mengucapkan:

Allahumma inna dzunubi qad `azhu­mat fajallat `anish-shifati wa innaha shagiratun fi janbi `afwika, fa `fu `anni

"Wahai Tuhanku, sesungguhnya dosaku sungguh sangat besar, tidak dapat disifatkan lagi. Dan sesungguh­nya dosaku itu kecil di sisi kemaafan­Mu. Maka maafkanlah aku."
Yang lain lagi dalam doanya me­ngatakan:
Jurmi `azhimun wa 'afwuka katsirun fajma `bayna Jurmi wa `afwika ya karim.

"Dosaku sangat besar dan kemaaf­an-Mu sangat banyak. Maka kumpul­kanlah dosaku dengan kemaafan-Mu, wahai Tuhan Yang Maha Pemurah!" Yang dimaksud "kumpulkanlah" ialah agar dosanya dihapuskan.
Rasulullah SAW menyuruh kita meminta kemaafan pada Lailatul Qadr selain meningkatkan amal ibadah kepada-Nya. Di malam-ma­lam puluhan yang akhir, para arif, walaupun meningkatkan amal iba­dahnya, tidak memandang bahwa ibadahnya telah banyak, dan selalu memohon kemaafan.

Yahya bin Mu'adz berkata, "Bukan orang yang arif orang yang tujuan amalannya bukan untuk memperoleh kemaafan dari Allah." Mutharrif me­ngatakan, "Wahai Tuhanku, ridhailah kami. Jika Engkau tidak meridhai kami, maafkanlah kami."

Sekurang-kurang Qiyam Lailatul Qadr

Telah diterangkan oleh An-Na­wawi pendapat As-Shan'ani tentang apa yang harus kita lakukan sekurang-kurangnya supaya kita dipan­dang telah mengerjakan qiyam Ra­madhan. Setidak-tidaknya pada Lai­latul Qadr kita mengerjakan shalat Subuh dan Isya dengan berjamaah. Diriwayatkan dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Barang siapa melakukan shalat Maghrib dan Isya dengan ber­jamaah, ia telah mengambil bagian­nya yang sempurna dari Lailatul Qadr."

Diriwayatkan pula, Nabi SAW bersabda, "Barang siapa shalat Isya dengan berjamaah, seolah-olah ia te­lah berdiri pada sebagian malam. Dan apabila ia shalat Subuh dengan berjamaah pula, seakan-akan ia te­lah berdiri separuh malam lagi."

Dan seyogianyalah diperbanyak membaca dzikir di bawah ini, meng­ingat hadits "Barang siapa yang membaca:
Subhanallahi rabbis-samawatis­-sab `i wa rabbil- `arsyil- `azhim.

'Tiada Tuhan melainkan Allah, yang sangat besar kemurahan-Nya lagi sangat pemurah. Mahasuci Allah, Yang memiliki tujuh lapis langit dan Yang memiliki 'Arsy, yang amat besar.'
sebanyak tiga kali, seolah-olah ia te­lah mendapatkan Lailatul Qadr."

Karenanya, hendaklah kita memba­ca dzikir itu setiap malam, yang diha­rapkan merupakan Lailatul Qadr, de­ngan hati yang seikhlas-ikhlasnya, dari lubuk jiwa yang suci, penuh dengan rasa ketauhidan, suci dari kecemaran syirik dan dari segala maksiat.

Lalu, apakah pahala ibadah di ma­lam hari itu hanya bagi mereka yang beribadah dan melihat tanda-tanda itu? Kebanyakan ulama menetapkan bah­wa pahala ibadah tetap diperolehnya walaupun tanda-tanda tidak dapat di­lihatnya. Jadi, barang siapa beribadah malam di seluruh Ramadhan atau di puluhan yang akhir karena iman dan ikhlasnya, dengan maksud memper­oleh Lailatul Qadr, ia memperoleh pa­hala Lailatul Qadr, walaupun tidak melihat tanda apa pun.

Pengarang kitab Al-Hawi menga­takan, "Disukai, bagi mereka yang meli­hat tanda-tanda Lailatul Qadr, supaya menyembunyikannya. Dan di kala me­lihat itu, hendaklah terus berdoa de­ngan sungguh-sungguh, ikhlas, dan khusyu', dengan doa apa saja yang di­gemarinya, baik urusan dunia maupun akhiratnya, dan hendaklah ia berdoa untuk akhiratnya lebih banyak dan lebih kuat daripada untuk dunianya."

Juwaibir mengatakan kepada Adh­-Dhahhak, "Bagaimana pendapatmu tentang perempuan yang sedang nifas, perempuan yang sedang haid, orang yang sedang dalam perjalanan, dan orang yang sedang tidur nyenyak, apa­kah mereka mendapat bagiannya pada Lailatul Qadr itu?"

Adh-Dhahhak menjawab, "Semua mereka mendapatkannya, diberikan bagiannya dari Lailatul Qadr oleh Allah, Yang Rahman dan Rahim."

Istighfar-istigfhar Imam Ahmad Ar-Rifa’i

Karena pada lailatul Qadr kita di anjurkan banyak berdoa dan memohon ampun, berikut ini kami kutipkan pula dua istigfhar yang disusun oleh Imam Ahmad rR-Rifa’I, seorang sufi besar dari Mesir dan pendiri Tarekat Rifa’iyah,


Astaghfirullahal-`azhimal-ladzi la ilaha illa huwal-hayyal-qayyuma wa atubu ilaihi min kulli dzanbin adznabtuhu 'amdan aw khatha-an sirran aw `alaniyatan minadz­dzanbil-ladzi a `lamu aw la a `lamu innahu huwa ya `lamu wa ana la a `lamu wa huwa `allamul-ghuyubi wa ghaffarudz-dzunubi wa sattarul-`uyubi wa kasysyaful-kurubi wa la hawla wala quwwata illa billahil-`aliyyil­`azhim.


"Aku memohon ampun kepada Allah, yang tidak ada Tuhan selain Dia, yang Ma­hahidup lagi senantiasa mengurus hamba­Nya; dan aku bertaubat kepada-Nya dari se­gala dosa yang aku perbuat, sengaja mau­pun tidak sengaja, rahasia (tidak diketahui orang) atau terang-terangan, yang aku ke­tahui atau yang aku tidak ketahui. Sesung­guhnya Dia mengetahui dan aku tidak me­ngetahui, dan dia Maha Mengetahui hal-hal yang ghaib, Maha Menghapuskan dosa­ dosa, Maha Menutupi aib, dan Maha Meng­hilangkan kesusahan. Dan tidak ada daya dan upaya melainkan dengan izin Allah, Yang Mahatinggi lagi Mahaagung."

Ia juga menyusun istighfar-istighfar lain, di antaranya sebagai berikut:

Allahumma inni astaghfiruka min kulli dzanbin tubtu ilaika minhu tsumma ’udtu fihi wa astaghfiruka min kulli ma wa `adtuka bihi min-nafsi tsumma lam ufi laka bihi, wa as­taghfiruka min kulli `amalin 'amiltuhu aradtu bihi wajhaka wa khalathahu ghairuka, wa as­taghfiruka ya `alimal-ghaibi wasy syahadati min kulli dzanbin ataituhu fi dhiya'in-nahari wa sawadil-laili fi mala-in wa khala-in wa sirrin wa `alaniyatin, ya halimu ya karim. Allahum­ma ashlih ummata muhammadin. Allahum­marham ummata muhammadin. Allahum­ma sallim ummata muhammadin. Allahum­maghfir li ummati muhammadin. Allahum­maghfirli wa liman amana bika (rabbanaghfir lana wa li ikhwaninal-ladzina sabaquna bil­-imani wall taj`al fi qulubina ghillan lilladzina amanu rabbana innaka ra'ufur-rahim).


"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon ampun kepada-Mu dari setiap dosa yang aku telah taubat darinya tetapi aku mengu­langinya lagi, aku memohon ampun kepada­ Mu dari setiap yang aku janjikan kepada­Mu dari diriku tetapi aku tidak memenuhinya kepada-Mu, aku memohon ampun kepadaMu dari setiap perbuatan yang aku lakukan dengan mengharapkan keridhaan-Mu tetapi kemudian tercampur dengan selain keridha­an-Mu, aku memohon ampun kepada-Mu, wahai Yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, dari setiap dosa yang aku lakukan dalam terangnya slang dan gelap­nya malam, di tengah orang banyak maupun tak ada orang, secara rahasia maupun te­rang-terangan, wahai Yang Maha Penyantun lagi Mahamulia.


Ya Allah, perbaikilah umat Nabi Muham­mad; ya Allah, kasihilah umat Nabi Muham­mad; ya Allah, selamatkanlah umat Nabi Mu­hammad; ya Allah, ampunilah umat Nabi Muhammad. Ya Allah, ampunilah aku dan orang yang beriman kepada-Mu.Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang mendahului kami dalam beriman, dan janganlah Engkau jadikan dalam hati kami terdapat rasa dengki terhadap orang-orang yang beriman. Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Pengasih lagi Maha Pe­nyayang."

Penulis : Randi Ramadani