Peneliti berasumsi, kecenderungan itu disebabkan informasi yang mengatakan di usia 50 tahun, para orang tua acap kali mengalami kesulitan membaca tanpa kacamata. Tak heran, kehadiran kacamata berharga murah di berbagai pusat perbelanjaan atau pinggiran jalan raya menjadikan produk ini diserbu bak kacang goreng. Ramai-ramai, remaja atau dewasa yang tengah terjangkit 'virus' membaca membeli kacamata itu."Konsumen mungkin harus membayar mahal ketika memesan kacamata dari optik. Belum lagi resiko kehilangan atau jika rusak. Jadi, jelas konsumen sudah menentukan pilihan mereka, " simpul peneliti seperti dikutip dailymail, Kamis (28/10).
Sayangnya, pilihan itu memunculkan konsekuensi berupa ragam penyakit mata. Riset awal yang dilakukan peneliti mengungkap 7 dari 14 pembeli mengalami masalah dengan pengelihatan mereka. Setengah dari mereka bahkan mengalami minus mata mulai dari - 3 hingga -4, -5. Belum lagi, peneliti juga menemukan adanya gagang kacamata yang tidak sesuai dengan lekuk kepala. Akibatnya, mata menjadi tegang, pengelihatan kabur, sakit kepala dan pengelihatan ganda. "Masalah yang terbesar adalah titik pusat dari dua lensa mungkin tidak selaras," kata peneliti.
Di Inggris, terdapat perbedaan yang cukup signifikan ihwal titik pusat lensa yang tidak cocok. Karena itu, peneliti menyarankan agar sebelum konsumen membeli kacamata ada baiknya untuk terlebih dahulu memeriksakan mata. Selain itu, konsumen juga harus memeriksa apakah resep yang diberikan secara tepat digunakan. Peneliti melihat dua hal ini sangan penting untuk mencegah masalah kesehatan mata yang serius semisal katarak dan tumor otak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar