Klinik Motivasi

Senin, Juli 06, 2009

KRITIK .. TIK .. TIK !!!

"Ghoiril maghdhuubi’alaihim walaladhooolliiin" begitulah bacaan seorang imam yang kudengar ketika dia membaca ayat terakhir surat al-Fatihah itu. Aku memang sering sholat di mesjid itu karena jaraknya yang dekat dengan kosku. Sering kali juga aku mendengar terjadi pengucapan huruf lam dua kali ketika beliau memimpin sholat berjama’ah. Hal ini tentu tidak bisa diabaikan begitu saja. Dalam bahasa Arab jika salah pengucapan huruf akan berpengaruh terhadap arti. Termasuk dalam kasus ini.


Aku segera mengkonfirmasi hal ini kepada imam tersebut seusai sholat. Hanya ucapan terima kasih yang setengah hati keluar dari mulutnya. Karena beliau tetap tidak menerima teguranku. Beliau bersikeras bacaannya tidak seperti yang kudengar.

Pada hari berikutnya, kejadian tersebut kembali terulang. Aku kemudian menegur beliau untuk yang kedua kalinya. Namun kali ini tanggapan yang kuterima cukup mengejutkan. Bukan ucapan terima kasih yang keluar tetapi justru beliau mengatakan,”Selama saya jadi imam disini, saya belum pernah ditegur! Padahal seringkali yang di belakang saya adalah para ustadz.” Kemudian beliau melanjutkan pembelaannya,”Saya juga pernah bertanya kepada orang-orang yang punya kemampuan dalam membaca Al-Qur'an dan mereka bilang bahwa bacaan saya telah benar. Mungkin masnya yang dibisikin syetan .. hem tidak salah lagi pasti itu syetan". Lantas beliau menyuruhku untuk sholat di tempat lain jika tidak yakin dengan bacaannya.

Masya Allah .. aku hanya bisa beristigfar dalam hati. Niat baikku disambut dengan penolakan beliau. Padahal menurutku, aku sudah menggunakan cara yang paling sopan ala ”Solo” ketika menegurnya. Memakai bahasa yang baik dan face to face, tidak di hadapan banyak orang. Mungkin ini ujian yang diberikan Allah swt kepadaku. Dan aku berdoa semoga Allah berkenan menunjukkan padaku jika aku salah dan kepada si Imam jika beliau salah. Sehingga bacaan ayat al-Fatihah yang menjadi bacaan wajib di setiap sholat itu bisa dikumandangkan dengan baik dan benar sesuai tuntunan agama.

Itulah sekilas curhat seorang sahabatku yang ditulis di facebooknya. Pernahkah kamu mengalami hal yang serupa? Menegur seseorang dengan niat dan cara yang baik untuk meluruskannya namun mendapatkan tanggapan yang berbeda. Bukannya menerima kritik kita tapi malah menyerang balik kita.

Iya .. Kebanyakan manusia (mungkin termasuk kita) ketika mendengar kritik akan memiliki perasaan tidak enak. Seakan-akan bakal terjadi penyerangan dan gangguan yang mengancam kehormatannya. Kita menganggapnya sebagai penghinaan yang akan menurunkan harga diri dan pencemaran nama baik. Hingga kita mempersiapkan pikiran, perasaan maupun tubuh kita untuk membela diri daripada menikmati koreksi.

Ada yang menolak kritik hanya karena datangnya dari orang yang kebetulan lebih muda usianya, atau karena kritik itu bukan datang dari orang atau kelompoknya, apalagi datangnya dari orang yang dibencinya. Padahal kritik yang disampaikan itu didasarkan kepada dalil-dalil yang kuat. Bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Wah kalo yang ini lebih berbahaya lagi. Bisa-bisa terkategori menolak kebenaran dan termasuk bersifat sombong dan takabur. Kedua sifat tersebut jelas-jelas dilarang oleh Allah swt dan Rosul-Nya.

Masih ingatkah kita akan ketawadhuan Khalifah Abu Bakar r.a yang tidak segan-segan meminta dikritik oleh rakyatnya jika menyimpang dari kebenaran. Padahal Abu Bakar r.a adalah seorang shahabat Nabi saw yang paling dekat. Rosul saw pernah memuji beliau dengan sabdanya,”Seandainya keimanan Abu Bakar ditimbang dengan keimanan seluruh manusia maka keimanan Abu Bakar tetap lebih berat.”

Kita juga patut meneladani sifat rendah hati Khalifah Umar bin Khaththab r.a yang tidak segan-segan bersedia dikritik (baca : koreksi) oleh rakyatnya. Bahkan dengan pedang sekalipun. Khalifah Umar r.a pun tidak malu-malu untuk mengakui kebenaran pendapat seorang shahabiyah Khaulah r.a yang mengkritik kebijakan Khalifah yang membatasi jumlah mahar. Hal ini memang tidak sesuai dengan Al-Qur’an. Subhanallah, begitu rendah hatinya Khalifah Umar r.a, shahabat Nabi saw yang paling dekat setelah Sayyidina Abu Bakar r.a. Rosulullah pernah memuji Umar bin Khaththab dengan sabdanya,”Seandainya ada nabi setelahku, maka Umarlah orangnya.”

Masih kurang contohnya ? Ada baiknya kita dengarkan ucapan seorang ulama terkemuka di Basrah yaitu Imam Ubaidillah bin Al-Hasan Al-Ambariy ketika dikoreksi oleh seorang santrinya karena salah memberikan jawaban atas sebuah pertanyaan. Beliau dengan ikhlas berkata,”Jikalau demikian, aku kembali pada kebenaran dan aku adalah sesuatu yang kecil. Karenanya, menjadi ekor dalam kebenaran lebih aku sukai daripada pelopor dalam kebatilan.” Subhanallah .. semoga kita bisa mengambil ibroh dari keteladanan tiga orang mulia di atas.

Sahabat .. jika kita mau berpikir .. Kritik ibarat cermin. Tentu kita senang bercermin, sebab bercermin membuat kita tahu rambut bagian mana yang tidak rapi, pipi sebelah mana yang bedaknya terlalu tebal, atau mungkin mata sebelah mana yang masih dihuni makhluk kecil apapun namanya? Karena setelah bercermin, kita bisa benahi rambut yang kusut jadi lebih rapi, dan penampilan yang semrawut berubah jadi baik. Begitulah semestinya, sikap hati kita terhadap kritik. Akan jadi lebih baik bila persepsi ini senantiasa dihujamkan dalam hati bahwa kritik itu penting, kunci kesuksesan dan kemajuan, pembuka prestasi dan pengangkat derajat dan jalan untuk menjadi lebih baik.

Banjarmasin, 6 Juli 2009 jam 22.49 wita .. tepat sehari setelah aku dapat pesan kritik dari sahabatku

* catatan :
terima kasih atas koreksinya .. moga membuat aku menjadi pribadi yang lebih baik lagi tidak hanya dalam pandangan manusia .. juga dalam pandangan Penciptanya.

Dini

1 komentar: