Klinik Motivasi

Minggu, Juli 25, 2010

Komunikasi Konteks Sedang

Terinspirasi saat mengikuti kuliahnya Prof. Deddy Mulyana, Sabtu kemarin. Dalam komunikasi verbal, dikenal istilah komunikasi konteks tinggi (high-context culture) dan komunikasi konteks rendah (low-context culture).

Menurut Edward T. Hall (1973), karakteristik komunikasi konteks rendah dicirikan oleh pesan verbal dan eksplisit, gaya bicara langsung, lugas, dan berterus terang. Mereka mengatakan apa yang mereka maksudkan (they say what they mean) dan memaksudkan apa yang mereka katakan (they mean what they say). Jika mereka setuju atau menerima, maka mereka katakan "Yes" dan jika sebaliknya, maka mereka katakan "No". Pada umumnya terjadi pada budaya di negara Swiss, Jerman, Skandinavia, Amerika Serikat, Perancis, Inggris dan lain-lain.


Sedangkan komunikasi konteks tinggi ditandai dengan pesan bersifat eksplisit, tidak langsung, dan tidak terus terang. Pesan yang sebenarnya mungkin tersembunyi dalam perilaku non verbalnya seperti intonasi suara, gerakan tangan, ekspresi wajah, tatapan mata atau bahkan konteks fisik (dandanan, penataan ruangan, benda-benda dan sebagainya). Contohnya adalah bahasa Cina yang makna kata-katanya sering berdasarkan konteks tertentu.

Indonesia termasuk budaya komunikasi konteks tinggi, meskipun tidak berarti bahwa seluruh penduduk Indonesia berkomunikasi konteks tinggi. Misalnya orang Batak dipandang berbicara langsung dan lugas. Namun secara umum, komunikasi kita termasuk komunikasi konteks tinggi.

Perhatikan saja, kalau ada tetangga atau kawan anda datang ke rumah untuk satu keperluan, misalnya mau minjam uang. Ia pasti berbicara ngalor-ngidul dulu dengan sederet pertanyaan. Setelah dirasa cukup basa-basinya, dengan sedikit malu akhirnya berkata,"Aduh gimana ya, sebenarnya saya datang ke sini mau minta tolong. Anu .. saya mau pinjam uang, kalau ada." Nah lu !!

Gaya komunikasi konteks tinggi ini seringkali mengesalkan orang2 yang terbiasa berkomunikasi konteks rendah. Kalau berbicara mereka berputar-putar, tidak langsung ke pokok pembicaraan. Kesannya ribet banget dan buang2 energi. Tapi orang2 yang bergaya komunikasi konteks tinggi juga tidak jarang mengesalkan orang2 komunikasi konteks rendah. Bicara mereka yang langsung dan lugas kadang2 bisa membuat orang tersinggung dan dinilai tidak sopan.

Jadi pilih yang mana ? Komunikasi konteks tinggi atau komunikasi konteks rendah. Jawabannya relatif. Sesuaikan saja dengan siapa mitra komunikasi kita. Jika dia terbiasa berkomunikasi konteks tinggi .. ya ikuti saja. Begitu juga sebaliknya.

Dalam konteks budaya Indonesia, dianjurkan menggunakan komunikasi konteks sedang (istilah ini suka2 aku aja). Perpaduan sisi positif antara komunikasi konteks tinggi dan komunikasi konteks rendah. Komunikasi konteks sedang ditandai dengan pesan yang disampaikan langsung, lugas dan sopan. Prolognya dikit aja .. jangan panjang2 :)

Jumat, Juli 16, 2010

Kehebatan Membaca Al-Qur'an

Hasil penelitian Universitas Al-Azhar mengungkapkan bahwa membaca Al-Quran dapat meningkatkan kinerja otak dan mempertajam ingatan sampai 80% karena ada 3 aktivitas yang baik bagi otak pada saat bersamaan yaitu melihat, mendengar, dan membaca. Waktu yang bagus untuk membaca alqur’an setelah shalat Shubuh dan Maghrib, karena di kedua waktu tersebut otak dalam keadaan refresh karena penggantian waktu dari terang ke gelap dan dari gelap ke terang.


Selain itu dalam penelitian lainnya Dr. Al Qadhi, melalui penelitiannya yang panjang dan serius di Klinik Besar Florida Amerika Serikat, berhasil membuktikan hanya dengan mendengarkan bacaan ayat-ayat Alquran, seorang Muslim, baik mereka yang berbahasa Arab maupun bukan, dapat merasakan perubahan fisiologis yang sangat besar.
Penurunan depresi, kesedihan, memperoleh ketenangan jiwa, menangkal berbagai macam penyakit merupakan pengaruh umum yang dirasakan orang-orang yang menjadi objek penelitiannya. Penemuan sang dokter ahli jiwa ini tidak serampangan. Penelitiannya ditunjang dengan bantuan peralatan elektronik terbaru untuk mendeteksi tekanan darah, detak jantung, ketahanan otot, dan ketahanan kulit terhadap aliran listrik. Dari hasil uji cobanya ia berkesimpulan, bacaan Al-Quran berpengaruh besar hingga 97% dalam melahirkan ketenangan jiwa dan penyembuhan penyakit.

Penelitian Dr. Al Qadhi ini diperkuat pula oleh penelitian lainnya yang dilakukan oleh dokter yang berbeda. Dalam laporan sebuah penelitian yang disampaikan dalam Konferensi Kedokteran Islam Amerika Utara pada tahun 1984, disebutkan, Al-Quran terbukti mampu mendatangkan ketenangan sampai 97% bagi mereka yang mendengarkannya.

Kesimpulan hasil uji coba tersebut diperkuat lagi oleh penelitian Muhammad Salim yang dipublikasikan Universitas Boston. Objek penelitiannya terhadap 5 orang sukarelawan yang terdiri dari 3 pria dan 2 wanita. Kelima orang tersebut sama sekali tidak mengerti bahasa Arab dan mereka pun tidak diberi tahu bahwa yang akan diperdengarkannya adalah Alqur’an.

Penelitian yang dilakukan sebanyak 210 kali ini terbagi dua sesi, yakni membacakan Al-Quran dengan tartil dan membacakan bahasa Arab yang bukan dari Alqur’an. Kesimpulannya, responden mendapatkan ketenangan sampai 65% ketika mendengarkan bacaan Alquran dan mendapatkan ketenangan hanya 35% ketika mendengarkan bahasa Arab yang bukan dari Al-Quran.

Al-Quran memberikan pengaruh besar jika diperdengarkan kepada bayi. Hal tersebut diungkapkan Dr. Nurhayati dari Malaysia dalam Seminar Konseling dan Psikoterapi Islam di Malaysia pada tahun 1997. Menurut penelitiannya, bayi yang berusia 48 jam yang kepadanya diperdengarkan ayat-ayat Al-Quran dari tape recorder menunjukkan respons tersenyum dan menjadi lebih tenang.

Sungguh suatu kebahagiaan dan merupakan kenikmatan yang besar, kita memiliki Al-Quran. Selain menjadi ibadah dalam membacanya, bacaannya memberikan pengaruh besar bagi kehidupan jasmani dan rohani kita. Jika mendengarkan musik klasik dapat memengaruhi kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan emosi (EQ) seseorang, bacaan Alquran lebih dari itu. Selain memengaruhi IQ dan EQ, bacaan Alquran memengaruhi kecerdasan spiritual (SQ).

Maha benar Allah yang telah berfirman, “Dan apabila dibacakan Al-Quran, simaklah dengan baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat” (Q.S. 7: 204).
Atau juga, “Dan Kami telah menurunkan dari Al-Quran, suatu yang menjadi penawar (obat) dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian” (Q.S.17:82).
Atau, “Ingatlah, hanya dengan berdzikir kepada Allah-lah hati menjadi tentram” (Q.S. 13: 28).

Pertanyaan:
Ini adalah salah satu bukti bahwa dengan mendengar Al-Quran saja, hati menjadi tenteram, walaupun kita tidak mengerti artinya. Bagaimana bila kita mengerti artinya? Tentu dampaknya akan luar biasa! Allahu Akbar!!!

http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20100617180553AAxyLFG

Jumat, Juli 02, 2010

4 M + 1 G

Jadi penyiar itu gampang-gampang susah. Ngga cuman asal ngomong aja tapi juga dituntut untuk serba tau (well-informed). Bukan untuk menggurui tapi untuk menjaga kualitas dan daya tarik dirinya. Apalagi untuk hal-hal yang sedang hangat dibicarakan orang (hot issue)mulai dari infotainment (isu seleb, musik, film dll), olahraga (ni kan musim piala dunia), ekonomi (TDL naik euy) sampai hal-hal yang terjadi di sekitar kita (isu lokal).

So .. pengetahuan dan wawasan yang luas harus dimiliki oleh seorang penyiar. Caranya gampang banget. Rumusnya 4 M + 1 G. Apa itu ?? yaitu Mendengar, Membaca, Melihat, Mengamati dan Gaul.


Mendengar
Mendengar apa saja di sekeliling kita. Dengan mendengar, kita mempunyai data lebih banyak ketimbang orang lain. Bahkan tidak menutup kemungkinan mendengarkan dari radio lain.

Membaca
Setiap ada waktu gunakan untuk membaca. Bisa membaca koran, majalah, tabloid, buku2, internet. Pas di lampu merah pun, mata kita gunakan untuk membaca. Dari spanduk yang terpampang, umbul2 yang terpasang, coretan liar sampai tulisan di jaket pengendara motor di depan kita.

Melihat
Melihat kejadian secara langsung di tempat kejadian atau melalui televisi.

Mengamati
Lebih dalam daripada melihat. Mengamati artinya melihat secara detail suatu kejadian untuk mengetahui sesuatu lebih banyak lagi.

Gaul
Dengan bergaul langsung dengan masyarakat sesuai segmentasi dan kelas sosialnya, kita akan mengetahui hal apa saja yang sedang trend.(Dini)

Kamis, Juli 01, 2010

Pemberian ASI Pertama

Seringkali kita menemukan fakta bahwa setelah seorang ibu melahirkan, dia tidak langsung menyusui bayinya entah karena alasan pihak penolong (bidan/dokter/ perawat/ ketentuan RS) supaya ibunya dibiarkan istirahat terlebih dahulu, ataupun dari ibu sendiri yang kurang memiliki motivasi kuat untuk segera menyusui bayinya. Padahal selama 20-30 menit pertama setelah kelahiran bisa disebut Golden Period bagi ibu, juga terutama bagi sang bayi.


Pemberian ASI harus dimulai di ruang persalinan. ASI harus diberikan pada bayi baru lahir sesegera mungkin, karena :

1. Pada usia 20-30 menit refleks hisap bayi sangat kuat, sehingga saat ini adalah yang terbaik baginya untuk belajar menghisap.

2. Hisapan pertama akan merangsang produksi oksitosin yang membantu menghentikan perdarahan setelah persalinan.

3. Bayi akan mendapatkan colostrum (susu jolong) yang berharga, terutama dalam mempertahankan kekebalan tubuh pada hari-hari pertama kehidupannya menyapa dunia luar yang tidak steril.

4. Jam-jam pertama adalah saat terpenting menjalin ikatan antara ibu dan anak.

5. Bila ibu menunda pemberian ASI, walaupun hanya dalam beberapa jam, proses menyusui menjadi LEBIH SERING GAGAL

6. Pemberian ASI pertama bagi bayi tidak dimaksudkan untuk pemberian makanan awal, tetapi lebih pada tujuan pengenalan.

Untuk itu, mendekati minggu-minggu taksiran persalinan, ibu (alangkah baik jika suami mendampingi) sudah memperoleh informasi dan memperkirakan tempat dimana dia akan melahirkan. Saat ibu akan melahirkan, sampaikan bahwa ibu akan segera menyusui bayi ibu. Disini peran suami/keluarga sangat diharapkan dalam membantu mempersiapkan, menjaga, membuat suasana tenang dan nyaman, serta tidak bosan-bosan memompakan semangat kepada ibu agar proses laktasi berhasil. Insyaallah akan ada pahala di setiap air susu yang dihisap oleh sang bayi. Wallahu aÂ’lam.

Tambahan "tips" dari seorang ayah

Mungkin ini tambahan dari sisi seorang "ayah" :) Masalah ASI pertama:
Seringkali suami atau istri menurut aja pada peraturan yang berlaku di tempat persalinan; misalnya tentang dipisahkannya anak yang baru lahir dengan ibunya. Untuk itu, sebelum masa persalinan tiba, pilihlah tempat persalinan yang menjamin: suami bisa mendampingi istrinya selama proses persalinan.

Efek pendampingan ini sungguh sangat luar biasa, tentu. Di samping itu, sesaat setelah bayi lahir, suami harus berperan mengecek bayi itu: normal tidak, laki-laki atau perempuan, ada kelainan atau tidak, dsb. Hal ini untuk jaga-jaga dari sesuatu yang tidak diinginkan di kemudian hari.

Kemudian hal penting lainnya adalah: kita dapat memantau penanganan bayi pasca persalinan dari sisi medis yang kita yakini . Misalnya bisa segera menyusukan si bayi pada 20-30 menit pertama pada ibunya (sesuai artikel ini). Ada beberapa kasus tempat persalinan atau bidan, tidak segera menyusukan si bayi pada ibunya, malah justru memberi si bayi susu formula atau pisang (masya Allah!), hanya karena ibunya masih "lemah" atau perlu istirahat. Pastikan bahwa kita bisa menyusukan si bayi pertama kali pada saat yang tepat di tempat persalinan itu.

penanganan bayi pasca persalinan dari sisi syar'i: melafadzkan adzan dan iqomah, dsb. Biasanya pada kelahiran anak-2 saya: setelah lahir, dibersihkan, dimandikan, dibungkus kain "bedong" (istilah di Jawa/Madura), langsung disusukan (meski ASI belum keluar), baru diadzani (ato adzan dulu baru disusukan; tergantung waktunya saja).

Bahtiar hs - ayah dua orang anak

dr Farida Megalini