Klinik Motivasi

Sabtu, Maret 19, 2011

Agenda Terselubung Media Massa, Di Balik Isu War Of Terrorism

Akhir-akhir ini, media massa, baik televisi, surat kabar, maupun internet, gencar menayangkan ‘sinetron densus 88’. Hampir semua media tidak mau ketinggalan dengan berita tersebut. Televisi berulang kali menampilkan berita penggrebekan tersangka teroris. Surat kabar pun tak mau kalah, dengan memuat headline tentang terorisme. Mungkin kita muak, bosan, gregetan dengan hembusan berita-berita negatif yang sering menyudutkan Islam tersebut. Umat Islam dituduh sebagai teroris. Ini bukan berita baru lagi, karena sejak meletusnya tragedi pengeboman gedung WTC pada 11 September 2001 lalu, isu War Of Terrorism (WOT) mulai disebarluaskan. Islam dimunculkan dengan stereotype sebagai agama yang penuh dengan kekerasan. Ayat-ayat jihad dimaknai sebagai ayat-ayat setan.


Isu panas ini semakin berkembang ke seluruh pelosok dunia, berkat bantuan media yang mengeksplore-nya. Media massa sebagai corong informasi pun turut berperan menancapkan stereotype negatif tentang Islam ini ke dalam benak umat manusia. Bahkan, kaum Muslimin sendiri pun akhirnya banyak yang teracuni dan berkiblat pada media tersebut.

Agenda apa yang terjadi di balik media?

Ada satu pembahasan menarik di sini. Tentang agenda media. Dalam komunikasi massa, dikenal sebuah teori yang mengupas tentang hal ini, yaitu teori agenda setting. Teori yang dicetuskan oleh Maxwell McCombs dan Donald Shaw (1972) ini, menjelaskan tentang bagaimana peran media dalam menjadikan suatu isu dapat dinilai penting oleh publik.

Maxwell McCombs dan Donald Shaw menyatakan bahwa : mass media have the ability to transfer the salience of items on their news agendas to the public agenda. We judge as important what the media judge as important. (media massa memiliki kemampuan memindahkan hal-hal penting dari agenda berita mereka menjadi agenda publik. Kita menilai penting apa saja yang dinilai penting oleh media).

Jika dikaitkan dengan isu terorisme yang akhir-akhir ini sering mewarnai media massa, maka hal ini dapat dipastikan tidak pernah lepas dari proses agenda setting media. Hubungan kekuasaan dengan media dapat mempengaruhi agenda media, selanjutnya agenda media tersebut akan mempengaruhi agenda publik. Seperti saat ini, ada beberapa media yang memiliki kekerabatan erat dengan para pemegang kekuasaan (pemerintah). Sebagian media massa telah dikuasai oleh para penguasa. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab lunturnya objektifitas media. Di satu sisi, media dituntut untuk independen. Namun, di sisi lain media juga dituntut untuk mengutamakan kepentingan orang-orang yang telah mendanainya (pemilik modal).

Para pendukung teori kritis percaya bahwa media dapat menjadi instrumen ideologi dominan di masyarakat, dan apabila ini terjadi, maka ideologi dominan itu akan mempengaruhi agenda publik. Seperti yang sedang terjadi saat ini, ketika ideologi Kapitalisme mencengkeram dunia, maka segala aspek kehidupan pun terwarnai oleh kepentingan Kapital. Akhirnya segala sesuatu pun diukur dengan besarnya materi (uang). Negara-negara kuat pun menggunakan media massa untuk menyebarkan ideologinya dan untuk tujuan komersial.

Singkatnya, di dalam membingkai sebuah realitas, sebuah organisasi media massa mempunyai hak untuk memilih fakta dan kemudian menulis fakta tersebut. Dalam memilih dan menulis fakta, seorang wartawan terikat oleh berbagai keterbatasan, antara lain ideologi , visi dan misi organisasi media massa yang menaunginya, serta subjektifitas dari wartawan itu sendiri. Sadar atau tidak, penjajahan pemikiran (ghazwul fikri) memang sedang diagendakan oleh Barat untuk meracuni pemikiran umat Islam, serta menjauhkan umat dari pemahaman Islam yang benar. Media massa merupakan salah satu sarana yang digunakan dalam agenda penjajahan tersebut.

Siapa yang mengendalikan media?

Pada tahun 1869, seorang rabi Yahudi, Rashoron, dalam khutbahnya di kota Braga mengungkapkan, ”Jika emas merupakan kekuatan pertama kita untuk mendominasi dunia, maka dunia jurnalistik merupakan kekuatan kedua bagi kita.” Hal ini menunjukkan betapa Yahudi telah mempersiapkan makar untuk menguasai dunia melalui media massa. Siapa yang menguasai media, dialah yang menguasai dunia. Ketika Yahudi mampu menguasai media, maka dia akan mampu pula menguasai dunia ini dengan menyebarkan informasi ’salah’ tentang Islam kepada publik. Sehingga apa yang menjadi agenda media Barat (yaitu menghancurkan Islam), berangsur-angsur akan menjadi agenda publik. Itulah sebenarnya tujuan mereka.

Konferensi Zionis pertama di Swiss pada tahun 1897 yang dipimpin oleh Theodor Herzl merupakan titik awal perubahan terpenting. Dalam kesempatan itu, masyarakat Yahudi mendiskusikan bahwa cita-cita mendirikan negara Israel Raya tidak akan terwujud tanpa penguasaan atas media massa. Rencana-rencana bidang publisistik pun mereka tuangkan dalam Rencana Kerja Pemimpin-pemimpin Zionis nomor 12 sebagai berikut :

Pertama, menguasai dunia pers dan mengendalikannya.
Kedua, tidak memberi kesempatan kepada media massa non-Yahudi yang memuat gagasan-gagasan anti-Yahudi.
Ketiga, melakukan sensor ketat sebelum berita disiarkan.
Keempat,menerbitkan berbagai macam media massa untuk mendukung kelompok masyarakat aristokrat, republikan, revolusioner, hingga kelompok anarki.
Kelima, mempengaruhi opini publik saat diperlukan sekaligus meredam gejolak yang timbul.
Keenam, memberikan dorongan kepada orang-orang jenius untuk mengendalikan media massa yang beroplah besar, khususnya pers anti-Yahudi. Jika suatu saat orang-orang tersebut menunjukkan gejala-gejala tidak setia, skandal-skandalnya akan dibongkar. Hal itu sekaligus merupakan pelajaran bagi yang lainnya.

Inilah bukti bahwa saat ini media massa global telah dikuasai oleh Yahudi. Ideologi di dunia pun saat ini tengah dipimpin oleh Barat (AS). Maka tak heran jika konten dari media massa yang ada saat ini sering memojokkan Islam. Hal ini tidak lain disebabkan karena kebencian mereka terhadap Islam.

”Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka...” (TQS. Al Baqarah: 120)

Apa yang dapat umat Islam lakukan?

Ketika kita mendapatkan suatu informasi (berita), maka kita dianjurkan untuk memeriksa kebenaran berita tersebut. Termasuk dalam hal ini adalah berita mengenai citra buruk Islam yang diidentikkan dengan terorisme. Banyak berita yang beredar di media massa yang memuat Islam sebagai ajaran teroris. maka kembalikanlah semua berita tersebut pada kebenaran Allah yang termaktub dalam Al Qur’an dan As Sunnah, sebagaimana firman-Nya :

”Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (TQS. An Nisa: 59)

Ketahuilah bahwasanya Islam itu adalah agama yang mengajarkan kedamaian. Teroris bukanlah ajaran dari Islam. Dalam Khilafah (negara Islam) pun, maka wajib bagi Daulah untuk melindungi warga negara non-Muslim yang tetap taat dengan syariat Islam (kafir dzimmi), dan bukan memeranginya. Sekali lagi, isu terorisme hanyalah produk orang-orang kafir yang ingin menghancurkan Islam. Orang-orang kafir tidak akan membiarkan umat Islam bersatu, sebab itulah mereka memecah belah kaum Muslimin dengan propaganda dan agenda yang disusun rapi, salah satunya melalui media massa.

”Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang Mukmin.” (TQS. An Nisa: 141)

Wahai umat Islam, saatnya kita bangkit. Kebangkitan hakiki berawal dari kebangkitan pemikiran. Maka marilah kita lawan pemikiran Barat tersebut dengan pemikiran Islam. Sebelum ajal menjemput kita, selagi Allah masih memberikan kita kesempatan untuk hidup di bumi-Nya, mari kita menjalankan aturan Allah secara kaffah (menyeluruh). Untuk dapat menjalankan syariat Allah tersebut, kita harus mengetahui ilmunya. Maka tidak ada cara lain kecuali dengan mengkaji Islam. Jika tiap-tiap umat Islam telah memahami Islam secara benar, maka orang-orang kafir tidak akan mudah mengadu-domba umat Islam dengan isu ’murahan’ seperti terorisme.

Karena itulah, umat Islam harus berjalan pada jalan kebenaran serta berpegang teguh pada jalan Islam. Kita harus yakin bahwa pasukan Allah akan segera melucuti kebatilan. Kemenangan dari Allah akan segera datang dengan deru yang memekakkan telinga sehingga mampu menghancurkan front-front musuh. Maka berkibarlah panji laa ilaaha illallah.

”...karena sesungguhnya saat jatuhnya azab kepada mereka ialah di waktu subuh. Bukankah subuh itu sudah dekat?” (TQS. Hud: 81)

Wallahua’lam bish showab.

[Zakiya El Karima]



Catatan Kaki :

[1] Lazarsfeld, People’s Choice, dalam McQuail’s Mass Communication Theory, Hal 455, dalam Morissan,M.A,dkk, Teori Komunikasi Massa, Ghalia Indonesia, 2010, Hal 90.
[2] Maxwell McComb dan Donald Shaw, A Progress Report on Agenda Setting Research, dalam E.M. Griffin, A First Look At Communication Theory, Hal 390-400, dalam Teori Komunikasi Massa, ibid.
[3] Morissan,M.A,dkk. Teori Komunikasi Massa. Ibid. Hal 97.
[4] John Vivian, Teori Komunikasi Massa, Edisi Kedelapan, Diterjemahkan oleh Tri Wibowo B.S, Kencana, 2008, Hal 5.
[5] Eriyanto. Analisis Framing Konstruksi Ideologi dan Politik Media. LkiS. 2005.
[6] Fuad Bin Sayyid Abdurrahman Arrifa’i. Yahudi Dalam Informasi dan Organisasi. Cetakan ke-2. Gema Insani Press. 2002. Hal 14.
[7] Ibid.
[8] Ibid. Hal 76.

1 komentar:

  1. Kita menghendaki kebangkitan yang tidak terbatas pada ibadah dan perbuatan mandub saja. Akan tetapi, kita menghendaki kebangkitan atas hukum-hukum Islam keseluruhan baik dalam pemerintahan, politik, ekonomi, sosial, hubungan luar negeri, tsaqafah dan pendidikan, politik dalam negeri dan luar negeri dan dalam seluruh urusan umat, baik secara individu, kelompok maupun negara.

    BalasHapus