Kecewa iya .. karena jarang-jarang kesempatan ini terjadi. Kami memang tidak pernah bertemu. Namun kecanggihan teknologilah yang membuat persahabatan ini dapat terjalin. Setelah lima bulan berkomunikasi lewat dunia maya, akhirnya kesempatan untuk bertatap muka datang. Mendadak aku diminta bos untuk menghadiri sebuah lokakarya yang diadakan di Jakarta. Kuterima dengan senang hati karena ini kesempatan untuk nambah wawasan, tambah teman, jalan-jalan (hehehe) dan tentunya bersilaturahmi dengan teman-temanku yang tinggal di sana termasuk dia.
Tapi aku tidak perlu berlama-lama larut dengan perasaan itu karena sebentar kemudian aku bersama temanku sudah asyik menikmati Monas dan mesjid terbesar di Asia Tenggara, Iqtiqlal. Waktu yang sedikit membuatku harus menggunakannya secara efektif. Itupun masih ada tempat wisata yang kami rencanakan tidak sempat kami kunjungi.
Sekitar jam 4 sore aku harus segera ke bandara. Kembali ke kotaku, Banjarmasin. Namun ternyata pesawat yang kutumpangi mengalami delay. Tidak tanggung-tanggung 1,5 jam !! masya Allah .. hanya itu yang bisa kuucapkan. Itu berarti aku akan tiba di kotaku jam sebelas malam. Tapi beruntunglah .. aku bertemu dengan teman sekotaku. Dia menawariku untuk pulang bareng. Sekalian menemaninya di dalam mobil. Katanya, ”nggak enak hanya berduaan sama supir kantornya”. Akupun dengan senang hati menerimanya. Sebelum mengantarku ke kos, kamipun sempat mampir untuk makan malam.
Tepat jam 12 malam (kayak cinderella ya ), akupun tiba di kos. Subhanallah, aku bisa berada di sini lagi. Bagaimanapun ini tempat yang sangat kurindukan. Aku segera mencharging hp ku. Karena mulai dari siang tadi tidak aktif.
Sebuah sms mengejutkan diriku. Isinya, “Din, maaf ya. Aku bener-bener ngga bisa nih. Sekarang kamu dimana dan rencana ke bandara jam berapa?”. Oooo .. rupanya sms dari sahabatku tadi. Dia kirim siang tadi tapi baru kuterima tengah malam ketika aku telah tiba di rumahku. Aku terlalu capek untuk mengirim sms balasan. Apalagi saat itu sudah tengah malam, aku ngga enak ntar mengganggu. Trus aku ingat dia pernah kirim email yang isinya,” Aku orang yang nggak begitu suka dikonfirmasi.. heheh.. ditanya mengapa emailku, smsku, telpku kok nggak dibalas.. semua itu bukan tanpa alasan.. tapi ada alasannya lengkap difikiranku.. aku hanya nggak suka mengungkap itu semua pada orang lain”. Dan kupikir dia pun memahami alasanku tidak membalas smsnya.
Besoknya aku harus kembali ke kantor. Bikin laporan perjalanan dinas, surat-surat administrasi radio, dan berkutat dengan berkas izin radio yang deadlinenya tinggal beberapa hari. Aku tenggelam dengan rutinitasku.
Sebenarnya kami sering online bersamaan. Seperti biasa aku menunggu dia untuk menyapaku lebih dulu. Apalagi memang tidak ada sesuatu yang penting yang kubicarakan. Tanpa kusadari, dia juga melakukan hal yang serupa. Hasilnya? Saling menunggu. Lucu kan?
Tak terasa hampir sebulan telah berlalu. Sehari setelah hari ulang tahunku, aku dapat sms darinya. Sebuah ucapan selamat, doa dan permintaan maaf. Iseng kubilang,”ga mau” dengan harapan dia sms balik untuk menanyakan alasannya. Ternyata harapan tinggal harapan. Aku lupa bahwa dia tidak suka dikonfirmasi apalagi mengkonfirmasi. Yang ada malah muncul status di facebooknya,”Maafin aku ya .. kawan, aku ngga tau mengapa semua menjadi tidak menarik bagiku, tidak seperti dulu, semenjak ada dia, apapun yang tidak berkaitan dengan dia menjadi tidak menarik lagi bagiku, akhirnya aku menemukannya dan itu ternyata bukan kamu ..”. Gubraks!!
Hatiku panas. Energinya dengan cepat menjalar ke darah dan otakku. Membuatnya mendidih. Rupanya dia sudah mendapatkan sahabat yang baru dan aku ditinggalkan ...Habis manis sepah dibuang neh !!
Aku segera menghubungi seseorang. Menumpahkan segala uneg-uneg yang berkecamuk di benakku. Seperti biasa dia dengan tenang mendengarkan ku. Setelah itu mulailah dia mengisahkan sebuah cerita bijak kepadaku.
Kisah tentang dua orang sahabat karib. Mereka sedang berjalan melintasi gurun. Di tengah perjalanan, mereka bertengkar. Salah seorang tanpa dapat menahan diri menampar temannya. Orang yang kena tampar merasa sakit hati. Tapi tanpa berkata apa-apa, dia menulis di atas pasir, ”HARI INI SAHABAT TERBAIKKU MENAMPAR PIPIKU”.
Orang yang pipinya kena tampar dan terluka hatinya mencoba berenang untuk menyejukkan kegalauannya. Mereka terus berjalan sampai menemukan sebuah oasis. Meraka memutuskan untuk mandi di sana. Namun ternyata oasis itu cukup dalam sehingga ia nyaris tenggelam. Beruntunglah ia diselamatkan oleh sahabatnya. Ketika dia mulai siuman dan rasa takutnya sudah hilang, ia pun kemudian menulis di sebuah batu, ”HARI INI SAHABAT TERBAIKKU MENYELAMATKAN NYAWAKU”.
Si penolong yang pernah menampar sahabatnya tersebut bertanya,”Kenapa setelah aku melukai hatimu, kau menulisnya di atas pasir. Dan sekarang kamu menulisnya di atas batu?”
Sahabatnya sambil tersenyum menjawab,”Ketika seorang sahabat melukai kita, kita harus menulisnya di atas pasir agar angin maaf datang berhembus dan menghapus tulisan tersebut. Dan bila di antara sahabat terjadi suatu kebaikan sekecil apapun, kita harus memahatnya di atas batu hati kita agar tetap terkenang tidak hilang tertiup waktu”.
”Din,” suaranya terdengar lembut memanggilku. ”Dalam hidup ini sering timbul perbedaan pendapat dan konflik. Mungkin karena sudut pandang yang berbeda. Oleh karena itu cobalah untuk saling memaafkan dan melupakan masa lalu. Ingatlah sisi baik dari sahabatmu itu agar ukhuwah ini tetap terjalin indah.” Pesannya sebelum mengakhiri pembicaraan kami. Aku tersentak ... bibirku berucap istigfar.
Enam bulan menjalin persahabatan. Mungkin memang termasuk waktu yang singkat untuk memahami karakter masing-masing. Wajarlah kemudian timbul konflik hanya karena masalah sepele. Seperti dalam kasus ku ini .. ku kira persoalannya karena miskom saja. Aku mengira dia tidak perlu kukonfirmasi, sedangkan dia menduga aku marah karena tidak membalas smsnya. Tapi kemudian hal tersebut menjadi besar karena dibiarkan berlarut-larut.
Enam bulan menjalin persahabatan. Ada banyak kebaikan yang telah terukir di batu hatiku (entahlah .. apakah dia juga merasakan hal yang sama?). Dia dengan sabar mendengarkan curhatku berjam-jam. Kadang-kadang menghiburku dengan candaannya yang garing sehingga aku bisa tersenyum kembali (saking garingnya hehehe). Karena dialah, aku mulai mempelajari lebih dalam tentang kecanggihan teknologi. Ini juga kulakukan karena saking bosannya aku dijadikannya kelinci percobaannya mulu. Resiko sahabatan dengan seorang programmer. Melalui dialah aku bisa mengenal si A yang sekarang jadi cintaku, si B rinduku, si C adik tersayangku dan si D sahabat baruku. Dan mungkin masih banyak yang lainnya yang masih belum bisa kusebut satu persatu di sini.
Sahabat .. Jika kamu mengalami hal yang serupa denganku, mungkin kamu adalah seorang yang tengah berkonflik dengan teman seorganisasi, seorang anak yang sedang berselisih pendapat dengan ortunya, atau seorang istri yang ingin menggugat cerai suaminya. Cobalah untuk menulis di atas pasir atas semua kesalahan dan memahat semua kebaikan mereka di atas batu hati kita. Ingatlah .. keputusan yang diambil penuh emosi, hanya akan mendatangkan penyesalan tiada henti.
Pada akhirnya aku hanya bisa berucap,”Ya Allah .. terima kasih Kau telah mempertemukan kami. Terima kasih untuk semua hal yang menyebalkan yang dia lakukan kepadaku karena aku bisa belajar untuk lebih bersabar dan terima kasih untuk semua hal yang menyenangkan yang lebih banyak dia berikan kepadaku karena aku bisa selalu memuji-MU”. Marilah kita belajar menulis di atas pasir !
Banjarmasin, 29 Juni 2009 di sepertiga malam terakhir, waktu paling indah untuk mengadu kepada-Nya
*Tulisan ini kupersembahkan untuk seorang sahabatku .. terima kasih sudah meremoveku dari kehidupanmu tapi ingatlah aku telah memahat kebaikanmu di batu hatiku agar aku selalu bersyukur pernah memiliki sahabat sepertimu
Dini
bijak banget ...
BalasHapus