Klinik Motivasi

Senin, April 11, 2011

Berdamai dengan Takdir

Kulihat wajahnya begitu lelah. Seolah dia memikul beban yang sangat berat. Ayam kremes dan nasi lalapan kesukaannya hanya diaduk-aduknya dengan sendok. Tanpa keinginan untuk melahapnya. Dengan bibir gemetar, dia berkata,”Kak .. kakak tau kan perasaanku seperti apa saat ini ? Sakit .. Kak ! Kali ini bahkan lebih sakit .. sangat sakit !” Sesaat dia menghela nafas dan melanjutkan perkataannya ”Seperti luka lama yang terbuka kembali. Perih ! Aku tidak tau kenapa Alloh mengujiku dua kali dengan kejadian yang sama .. Satu kali sudah cukup. Kenapa harus dua ? Alloh betul2 tidak adil !”


Aku tersentak mendengar perkataannya. Dengan cepat ku minta dia istigfar. ”Astagfirullah .. adek tidak boleh bicara seperti itu. Bukankah selama ini kita percaya apa yang diberikan Alloh yang terbaik buat kita ? Tetaplah percaya ! Karena keterbatasan kita, kita belum dapat mengetahui hikmah apa di balik ujian ini. Tapi yakinlah !” Aku tidak ingin dia menyalahkan takdir.

Aku menatap Aimee. Dia telah kuanggap bagai adikku sendiri. Meskipun kami telah berkenalan beberapa tahun yang lalu. Baru sekitar dua tahun terakhir ini kami lebih intens berkomunikasi. Mungkin karena baru dapat chemistrynya. Di dekatnya aku selalu mendapatkan energi positif. Begitupun sebaliknya, Aimee merasakan hal yang sama. Kami berbicara tentang rencana masa depan, impian-impian dan menertawakan kebodohan yang dilakukan. Tidak ada satupun penentangan ke luar dari mulut kami. Yang ada justru saling mendorong menggapai impian dan memberikan masukan untuk langkah yang terbaik. Bersamanya, aku merasa kembali menjadi normal :)

Namun, Aimee manusia biasa. Sama sepertiku. Ada saat semangat itu menjadi kendor. Ada saat optimisme hilang entah kemana. Ada saat rapuhnya jiwa menampakkan diri. Saat itulah yang sedang terjadi di sini ... Aimee baru saja mendengar kabar adik perempuannya memutuskan akan menikah. Padahal dia dan ”pacar”nya masih tercatat sebagai mahasiswa di salah satu sekolah tinggi swasta di Banjarmasin. Aimee sudah memintanya untuk menunda rencana itu. Namun adiknya tetap bersikeras. Status pengangguran calon suaminya tidak menghalangi rencana mereka. Toh, orang tua ”pacar”nya termasuk keluarga menengah ke atas. Untuk beberapa lama, mereka mampu membiayai kehidupan anak dan calon menantunya. Sementara si suami akan berusaha mendapatkan pekerjaan untuk menafkahi istrinya.

Aku kembali menatapnya,” Dek .. Bukankah kamu pernah mengalami hal ini ? Bukankah setahun yang lalu adik perempuan keduamu juga menikah ? Kalau saat itu kamu bisa kuat .. kenapa sekarang tidak ?” tanyaku.

Aku tidak ingin dia menyalahkan takdir. Aku juga tidak ingin dia menyalahkan Tuhan. Yang aku ingin Aimee benar-benar menjadi wanita tegar dan hebat ! Tegar menjalani kehidupan. Hebat ketika menghadapi ujian. Aku sadar ini tidaklah mudah ! Aku sendiri juga mengalaminya. Tiga tahun yang lalu, adik perempuanku juga memohon restu kepadaku untuk menikah. Aku sadar cepat atau lambat permintaan ini akan datang. Di saat usiaku sudah cukup dewasa, aku tetap memilih menjadi perempuan lajang. Bukan karena tidak laku. Beberapa laki-laki serius menyatakan keinginannya agar aku bersedia menjadi pendamping hidupnya. Namun beberapa kali juga kisah itu akhirnya kandas di tengah jalan. Mungkin itu yang dikatakan orang, belum jodohnya !

Mendekati hari pernikahan adikku, hatiku kian berkecamuk. Antara bahagia dan kecewa. Antara senang dan sedih. Sangat sulit manata hati saat itu. Apalagi ketika malam hari pas ijab qabul. Kebahagiaan memancar dari wajahku, keluarga dan para undangan. Namun saat itu juga ada perih luka kecil menyusup di relung hatiku. Perlu usaha ekstra keras untuk membuat diriku merasa nyaman dalam kondisi tersebut. Apalagi dengan orang-orang sekitar yang tidak mau mengerti. Bertanya itu dan ini. Malah ada yang menyalahkan. Dibilang terlalu milih-milih dan banyak maunya. Masya Alloh ! Aku hanya bisa tersenyum menghadapi semua itu. Aku mengerti apa yang mereka lakukan adalah salah satu bentuk kepedulian terhadapku. Kasih sayang memang tidak selalu ditunjukkan dengan cara yang manis. Aku yakin jalan yang kupilih ini adalah yang terbaik bagiku dan keluargaku. Dan yang lebih penting lagi orang tuaku mengerti dan memahami keputusanku.

Energi ini juga yang kubagi bersama Aimee. Saat pertama kali dia mengalami hal yang serupa denganku. Dilangkahi adik perempuan keduanya. Seperti itu juga sekarang, aku berusaha melipatgandakan energi positif ini kepadanya. Namun ternyata masih belum cukup. Aimee masih belum bisa menerima kenyataan ini. Ayam kremes dan nasi lalapan kesukaannyapun hanya sedikit dimakannya sebelum akhirnya kamipun meninggalkan rumah makan favorit kami. Kembali ke kos kami masing2.

-------------- 0000000 -------------

Hampir seminggu kami tidak saling berkomunikasi. Tidak menelpon dan sms seperti hari-hari biasanya. Aku sengaja melakukannya. Untuk memberikan ruang dan waktu agar dia dapat berpikir lebih dalam lagi. Merenungi kejadian ini. Mencari hikmah apa yang tersembunyi di baliknya. Meskipun kekhawatiran akan dirinya juga membayangi benakku. Namun aku percayakan semuanya kepada Alloh. Memohon kepada-Nya agar menjaga Aimee. Karena memang Dia sebaik-baiknya penjaga.

Sore itu, hpku berbunyi. Rupanya ada sms yang masuk. ”Kak, malam ini ada di kos ngga ? aku mau kesana.” Segera kubalas sms Aimee. ”Ya, kakak tunggu”.

Aimee menepati janjinya. Setelah magrib diapun tiba di kosku. Kami terlibat pembicaraan yang hangat. Aimee bercerita tentang beberapa perumahan yang dia tangani. Iya, dia marketing sebuah perusahaan property di Liang Anggang. Dua puluh kilometer dari Banjarmasin. Jarak itu harus dia tempuh setiap hari dengan sepeda motornya. Sungguh sangat melelahkan ! Namun bagi Aimee, hal itu bukanlah suatu hambatan. Dia lakukan ini demi keluarganya. Bapaknya meninggal ketika Aimee masih duduk di bangku SMA kelas I. Ibunya seorang guru tidak mampu memenuhi kebutuhan ke empat anak perempuannya. Keputusan beratpun diambil. Aimee harus berpisah dengan ibu dan ketiga adiknya. Hidup bersama nenek yang menanggung biaya makan dan bayar sekolah. Sedangkan untuk kebutuhan sekunder lainnya, Aimee penuhi dengan bekerja sebagai guru ngaji dan guru privat bahasa Inggris. Begitupun ketika dia menginjak perguruan tinggi. Dia kuliah sambil bekerja. Bakat bisnisnya semakin terasah di sini. Jualan kue, makan ringan yang dibuatnya sendiri, dan sebagainya. Dia lakukan pekerjaan apa saja. Yang penting halal.

Setelah Aimee lulus kuliah. Diapun ikut tes CPNS di Departemen Luar Negeri. Dan berhasil menjadi salah satu kandidat dari dua orang yang dipanggil ke Jakarta. Peluangnya 50 : 50. Namun sayang, nasib baik belum berpihak kepadanya. Teman kuliahnya yang akhirnya mendapatkan pekerjaan itu. Aimee sempat down. Akupun dapat mengerti perasaannya. Kembali momen indah itu hadir. Saat kami berbagi energi positif dan saling menguatkan satu sama lain.

Akhirnya dia menemukan pekerjaannya yang sekarang. Aimee bertekad membiayai adik-adiknya sampai mereka lulus menjadi sarjana. Itulah salah satu sebabnya dia sangat kecewa dengan keputusan adik perempuannya yang ketiga untuk menikah. Aimee khawatir adiknya tidak bisa membagi waktu antara kuliah dan keluarga.

Namun aku menyimpan sebuah tanda tanya besar. Aku merasakan ada sesuatu yang Aimee sembunyikan. Dan sepertinya Aimee membaca pikiranku.

Lirih dia berkata,”Kak .. benar kata kakak. Sakit ini bukan berasal dari keputusan menikah adikku. Perih ini juga bukan karena aku dilangkahi untuk kedua kalinya. Kalau cuman seperti itu kejadiannya. Aku yakin aku bisa menghadapinya. Seperti keyakinan kakak padaku selama ini. Namun kali ini memang berbeda. Aku sangat kecewa dengan keputusan adikku karena ........” Aimee diam sesaat. Sepertinya dia sangat berat mengatakannya. Akupun diam. Tak ingin juga mendesaknya. Biarlah dia yang memutuskannya apakah melanjutkan perkataannya atau tidak. Dan pilihannya adalah ..........

”Aku sangat kecewa ... adikku harus menikah karena telah hamil ! Dua bulan .. kak ! Aku sangat marah mendengar hal ini. Teganya dia mengkhianati kepercayaanku. Aku bersusah payah membantu dia agar dapat menimba ilmu di perguruan tinggi. Namun dia malah bergaul bebas dengan pacarnya. Harga diriku tercoreng. Aku merasa gagal sebagai seorang kakak. Harusnya aku melindungi adik-adikku. Harusnya aku menjaga nama baik keluarga. Aku tidak tahu bagaimana perasaan ibuku sekarang. Mungkin lebih sakit dariku. Namun dalam kasus ini, aku merasa paling bersalah!”

Airmata kesedihan itu tidak mampu juga dibendungnya. Meskipun dia sudah berusaha menahannya. Aku tersentak kaget. Terjawab sudah kegelisahan hatiku. Terungkap sudah alasan apa dibalik kekecewaan Aimee selama ini. Sesuatu yang berat. Akupun mungkin melakukan hal yang sama jika mendapatkan ujian seperti itu. Itulah sebabnya kenapa aku mengizinkan adikku melangkahiku untuk mencegah terjadinya fitnah seperti ini !

Hp Aimee berdering. Dia mengangkat kemudian mengobrol dengan orang di sana. Setelah beberapa menit pembicaraan berakhir. Tanpa kuminta Aimee menjelaskan bahwa yang menelpon tadi adalah tantenya. Beliau khawatir karena Aimee belum pulang ke kosnya. Dengan masalah seperti ini, tentu Aimee yang paling banyak mendapatkan perhatian. Hem .. ternyata semua sayang kamu kan ????

---------------- 00000 -------------------

Sebulan telah berlalu. Hari itu, Aimee berkunjung lagi ke kosku. Dengan wajah ceria dia bercerita tentang impian yang ditulisnya di buku harian. Rinci dan mendetil. Satu pelajaran yang kami dapatkan ketika mengikuti training sebulan yang lalu. Tampaknya Aimee sudah berdamai dengan takdir. Dan seperti biasa kami terlibat pembicaraan yang seru tentang rencana masa depan, impian-impian dan menertawakan kebodohan yang telah kami lakukan.

Beberapa jam kemudian, Aimee pamit. Dia beranjak dari tempat duduknya. Aku juga. Kami bersalaman. Aimee melangkah ke luar dengan mantap. Semantap dia menapaki masa depannya, meraih harapan yang terpatri di hatinya dan mewujudkan mimpi-mimpinya. Life must go on .. Semoga Alloh swt memudahkan langkah kita .. Amin ya Rabb :)

*baru belajar bikin cerita mini (cermin) (Dini)

2 komentar:

  1. pelangkahan (bahasa banjar untuk menyatakan duluan adek yang menikah di banding kaka) memang terkadang menjjadi momok bagi kalangan tertentu,,,padahal seharusnya tidak demikian,,
    gilanya pengaruh budaya barat,,terlebih ajaran sesat yang dibawanya seperti efek free sex pun sekarang menjadi salah satu penyebab seseorang harus kawin lebih cepat dari (mungkin) planning awalnya...
    kisahnya oke,, mungkin perlu ditambah sedikit kejutan di akhir cerita biar pembaca jadi tidak segera melupakan cerita ini...kunjungan balik dari aulia rachman..kisahdoktermuda.wordpress.com

    BalasHapus
  2. sepakat .. padahal kalau masalah ini dikembalikan ke aturan agama, aku yakin hidup kita akan damai btw terima kasih atas masukannya, i'll try it .. thanks a lot :)

    BalasHapus